Peringatan
HUT RI selalu identik dengan selebrasi upacara pengibaran bendera dan lomba kreativitas
rakyat dari lingkup RT sampai tingkat nasional. Semua selebrasi itu menjadi
simbol baku wujud nasionalisme.
Memasuki
usia kemerdekaan RI yang ke 72 tahun, apakah bangsa ini sudah benar-benar
merdeka? Dalam tataran politik internasional, Indonesia sudah merdeka sejak 17
Agustus 1945 silam. Namun, dalam dimensi
hukum, HAM, ekonomi dan budaya,
Indonesia masih jauh dari merdeka.
Ribuan hak hukum, hak politik, hak ekonomi dan hak budaya rakyat belum
terwujud sepenuhnya. Sebagian besar anggota DPR yang seharusnya berintegrasi
untuk mensejahterakan rakyat, justru mental dan moralnya semakin bejad.
Lantas, bagaimana caranya mengubah bangsa ini agar
menjadi lebih baik? Jawabannya sangat sederhana. Kita mulai perubahan dari diri
sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar.
Bangsa ini wajib merenungi makna
kemerdekaan. Bangsa ini tidak boleh puas hanya pada titik merdeka. Bangsa
Indonesia harus terus berjuang menuju kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.
Semakin
sejahtera sebuah bangsa, maka rakyat akan semakin cerdas untuk membangun
negaranya. Sebenarnya, usia 72 tahun masih terlalu muda bagi bangsa ini, maka
tak heran bila dalam proses interaksi
sosial masih terjadi konflik
antarsesama elemen bangsa. Kondisi ini mirip keadaan temper tantrum anak-anak yaitu
sifat suka mengamuk dan marah yang terjadi pada anak-anak. Kondisi itu merupakan cerminan sikap yang belum memahami
tanggung jawab.
Kemajuan,
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa hanya bisa dicapai dengan pendidikan moral
dan mental yang baik dan benar dengan
tujuan untuk membentuk nilai-nilai manusia Indonesia yang luhur, seperti
kejujuran, visioner, tanggung jawab dan kepedulian. Jadi, prestasi akademik
sekolah bukanlah kunci utama yang bisa membuat bangsa ini maju.
Goethe,
filsuf terkenal Jerman berkata, “Awasi pikiranmu karena ia akan membentuk
kata-katamu, awasi kata-katamu karena ia akan
membentuk tindakanmu, awasi tindakanmu karena ia akan membentuk
karaktermu dan awasi karaktermu karena ia akan menentukan nasibmu.”
Jika
kita renungi apa yang dikatakan Goethe, jelas bahwa semua kekisruhan yang
terjadi pada bangsa ini, salah satu
penyebabnya ialah karena sistem pendidikan nasional gagal mendidik karakter bangsa. Sekarang ini,
sistem pendidikan nasional hanya menekankan
pembangunan fisik dan material semata dibandingkan dengan pembangunan
mental spiritual manusia Indonesia. Pada akhirnya, karakter kepribadian bangsa
semakin terpuruk. Itulah yang patut kita renungkan di usia 72 tahun ini. (Wawan
Kuswandi)
plus.google.com/+INDONESIAComment
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
Comments
Post a Comment