Skip to main content

Posts

Showing posts from September 10, 2017

Sang Dewa Kegelapan

Ramainya perbincangan soal pansus KPK, berhasil mengelabui rakyat. Paling tidak, rakyat mulai sedikit lengah. Semestinya, penuntasan skandal dugaan multikorupsi E-KTP yang melibatkan Setya Novanto (Setnov) menjadi skala prioritas aparat penegak hukum bangsa ini. Gelombang polemik seputar pansus angket KPK dari beberapa pakar dan tokoh politik nasional yang diekspos media massa akhir-akhir ini, sungguh-sungguh melelahkan dan membosankan. Kejaksaan Agung dan KPK terkesan ‘takut’ menangkap mantan Ketua DPR RI ini. Setnov bagaikan ‘Sang Dewa Kegelapan’ di negeri Garuda yang sulit disentuh secara fisik. Sebelumnya, Jenderal Badrodin Haiti, saat menjabat Kapolri, telah menghentikan penyelidikan dugaan skandal ‘Papa Minta Saham’ Setya Novanto terhadap PT Freefort Indonesia dengan alasan tidak ditemukannya unsur pidana. Disisi lain, lima pimpinan KPK yang digawangi Agus Rahardjo tampaknya juga mulai bingung bagaimana caranya menangkap Setnov. Ada apa dengan republik ini? Rakyat tak

Kursi

Duduk santai di kursi atau di lantai bersama keluarga dan teman-teman sambil kongkow ngalor-ngidul merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan. Tapi ingat, jangan gara-gara duduk, kita sampai lupa berdiri. Satu lagi, berbagi tempat duduk kepada sesama, ternyata bisa mendatangkan kenikmatan bathin. Sejak usia lima tahun, ayah dan ibu saya selalu mengajarkan kalau sedang makan, minum, belajar dan berbicara sebaiknya posisi tubuh dalam keadaan duduk. Kata duduk sangat sederhana. Namun, duduk menjadi kata kerja istimewa dan penuh makna, ketika seseorang mulai memilih kursi untuk mendudukkan (maaf) pantatnya. Duduk menjadi sebuah pilihan, saat seseorang makan di restoran, nonton teater atau naik kendaraan umum. Bagi sebagian anggota parlemen, kursi (tempat duduk) berubah peran menjadi sebuah jabatan bergengsi dan memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Dulu, teman saya yang kini berstatus sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019, selalu menolak kalau kursi tempat duduk ke

Pertempuran Panjang

Sedikitnya ada empat pertempuran panjang yang dihadapi Presiden Jokowi saat ini yaitu bertempur melawan korupsi, narkoba, intoleransi dan terorisme.  Polri, TNI dan KPK  dari detik ke detik terus bertempur menghadapi empat musuh di atas. Pertempuran panjang ini telah banyak menyedot kas negara. Jumlah penduduk yang terus bertambah dan semakin terbukanya akses teknologi sosial media (internet), membuat  Indonesia menjadi sasaran empuk para bandar dan pengedar narkoba. Peluang ini tidak disia-siakan jaringan narkoba nasional  maupun internasional. Berbagai bentuk penyelundupan dan pemakaian barang ‘haram’ ini terus merebak sampai ke pelosok-pelosok desa. Bahkan, menembus hingga ke bocah-bocah sekolah dasar di  berbagai wilayah Indonesia. Keuntungan ‘pulus’ dari hasil perdagangan narkoba memang menggiurkan. Di sisi lain, mental dan moral  generasi penerus bangsa hancur berkeping-keping. Segenap stake holder Indonesia kalang kabut dan gagap ketika menghadapi jaringa

Pre Power Syndrome

Pre Power Syndrome diistilahkan untuk orang yang sebelum berkuasa begitu gemar mempromosikan diri untuk untuk meraih kekuasaan. Salah satu contoh yang diduga kuat mengalami pre power syndrome ialah Prabowo Subianto. Sebelumnya, Ketua Umum parpol Gerindra ini mengaku belum berpikir untuk kembali maju pada Pemilihan Presiden 2019. Menurutnya, Hal itu belum diputuskannya karena waktu pemilihan masih lama. "Masih lama, dua tahun lagi. lihat nanti," ujar Prabowo jelang HUT partai Gerindra Februari 2016 lalu. Wakil Ketua Umum Parpol Gerindra, Fadli Zon, pernah menyatakan, mayoritas kader Gerindra ingin Prabowo kembali maju sebagai capres. Wacana pencapresan Prabowo di Pemilu 2019 berawal dari sambutan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, di rapat Akbar Partai Gerindra dalam rangka konsolidasi Pilkada DKI Jakarta di Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (8/1/2017). "Saya kira Gerindra perlu mencalonkan kembali, mayoritas ingin mencalonkan Pak Prabowo di