Skip to main content

Posts

Showing posts from August 27, 2017

Makna Perubahan

Kualitas pribadi seseorang tercermin dari adanya perubahan sikap dan perilaku kehidupannya menuju ke arah yang lebih baik. Itulah makna perubahan yang sesungguhnya. Siang itu, suasana lobi hotel bintang empat di kawasan Jakarta Selatan terlihat lengang. Dari sofa lobi tempat saya duduk santai, terlihat beberapa tamu berdialog dengan staf front office hotel. Sudah hampir 20 menit saya menunggu di lobi untuk bertemu dengan seorang narasumber. Tapi yang ditunggu belum datang juga. Di sofa sebelah saya, ada dua pria paruh baya sedang asyik kongkow. “Pokoknya, hidup kita hari ini harus lebih baik dari kemarin dan esok harus lebih baik lagi dari sekarang.” Sepenggal kalimat obrolan mereka terdengar jelas. Kalimat itu sangat familiar buat saya. Tiga hari yang lalu, saya juga menerima kalimat yang hampir sama maknanya dari senior saya di kantor. Pada dasarnya, perubahan menuju ke arah yang lebih baik dalam kehidupan manusia sangatlah positif. Perubahan berjalan seiring dengan

Nafsu Manusia

Nafsu adalah musuh manusia yang paling sadis. Sekejam-kejamnya godaan iblis, ternyata masih lebih kejam nafsu manusia. Iblis tak perlu repot-repot lagi membujuk kaum Adam AS untuk mendukung mereka menjadi musuh Tuhan, lantaran nafsu sudah mengendalikan sikap dan perilaku hidup manusia sehari-hari. Ketika gaya hidup manusia sudah mulai berpihak kepada kebendaan, maka kejahatan di jagat raya pasti akan semakin mengerikan. Sekarang ini, sebagian penduduk dunia, termasuk orang Indonesia sudah lama akrab dengan orientasi kebendaan. Dalam konteks pergaulan sosial, kebendaan identik dengan melimpahnya kekayaan materi. Disadari atau tidak, orientasi kebendaan secara diam-diam menggiring hati, pikiran, sikap dan perilaku manusia menuju peradaban nafsu. Nafsu terus membujuk manusia memburu harta, uang, wanita dan jabatan. Manusia tidak lagi peduli dengan halal dan haram. Manusia saling ‘bunuh’ saat memburu kebendaan. Plautus Asinaria (195M) dalam karyanya yang berjudul

Saat Ramadhan, Pilihlah Dakwah Progresif Edukatif (puasa hari ke-15)

Indonesia menjadi negara satu-satunya di dunia yang memiliki banyak stok pendakwah, khususnya agama Islam. Saya bersyukur kepadaNya karena di Indonesia saya bisa belajar ilmu agama islam bukan hanya dari buku-buku, sekolah non formal keagamaan atau institusi/sekolah khusus keagamaan (pesantren) yang banyak bertebaran di Indonesia, tetapi juga bisa melalui media massa dan sosial media (dengan catatan saya harus mengkritisi setiap artikel yang ada). Namun, ditengah-tengah tingginya rasa syukur, saya masih merasa prihatin ketika melihat banyaknya pemimpin umat islam yang dalam syiar agama atau berdakwahnya tidak lagi sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Banyak para pendakwah islam, saat berceramah lebih banyak mengutamakan unsur menghujat, mengumbar kebencian, mengecam, mendiskreditkan atau mengklaim dirinyalah yang paling benar dan pantas untuk diikuti. Sedikitnya ada 3 (tiga) model dakwah islam yang selama ini saya temui yaitu : 1. Dakwah islam provokatif . Dakwah i

Ketidakadilan & Radikalisme

Saya pernah membaca beberapa artikel di sosial media maupun media mainstream yang ditulis para profesor kampus yang mengungkapkan bahwa ketidakadilan sosial adalah faktor utama pemicu munculnya gerakan radikal berbalut agama di Indonesia. Benarkah demikian? ITU SALAH BESAR. Lho kok bisa? Gerakan radikal berbalut agama tidak ada hubungannya sedikitpun dengan soal adil dan tak adil. Saya tidak memahami metodologi atau kerangka teori apa yang dipakai para profesor kampus sehingga mereka berani mengatakan bahwa ketidakadilan sosial menjadi akar masalah lahirnya gerakan radikal. Kalau pun teori itu benar, mengapa itu baru terjadi sekarang? Mengapa tidak terjadi disaat kepemimpinan sebelum era Joko Widodo? Ada apa dengan para akademisi Indonesia yang kini mulai sempit cara berpikirnya dalam melihat persoalan ketidakadilan sosial di Indonesia? Berbeda dengan mereka, saya meyakini bahwa gerakan radikal berbalut agama yang terjadi di Indonesia, bukan karena masalah ketidakadilan

Ada Apa Dengan Hijab?

Saya pernah mendengar pernyataan sejumlah perempuan muslim yang mengatakan bahwa hijab atau jilbab merupakan tanda perempuan itu bermoral dan bermental baik serta sebagai simbol perempuan beriman. Saya hanya tersenyum kecil. Pernyataan itu terkesan generatif untuk semua perempuan berhijab atau berjilbab. Mungkin, pernyataan itu sebagian ada benarnya, tetapi sebagian lagi benar-benar salah besar. Ada sebagian besar muslimah Indonesia, sebelum memakai hijab atau jilbab, mereka membutuhkan proses perjalanan bathin yang sangat panjang. Namun demikian, tidak ada jaminan bagi perempuan muslim yang sudah berhijab atau berjilbab, maka akhlaqnya, moralnya dan mentalnya akan menjadi lebih baik.  Semua itu tergantung dari sikap dan  perilakunya dalam pergaulan sosial sehari-hari.  Keprihatinan terhadap muslimah berhijab atau berjilbab muncul, ketika banyak kaum muslimah yang menggunakan hijab, tetapi pakaian yang berada dibalik hijab itu masih menunjukkan lekuk tubuhnya (k

Muslim Cerdas Berkualitas

Umat muslim Indonesia harus cerdas & berkualitas dengan tidak hanya mengutamakan kepentingan diri  sendiri, tetapi juga selalu berbagi kebaikan sesama penganut agama lain.  Agama sangat penting bagi kehidupan manusia. Tetapi, akan jauh lebih sempurna,   bila manusia dalam menjalankan ajaran agamanya selalu memperlihatkan cara-cara damai di tengah-tengah banyaknya perbedaan. Umat muslim Indonesia wajib mengkritisi banyaknya pernyataan para ustadz, ustadzah, kyai, da’i maupun habib yang cenderung bersifat menghujat, memecah-belah dan menciptakan konflik antarumat beragama. Siapapun yang mengaku tokoh islam, tetapi bila dalam setiap pernyataannya selalu mengumbar kecaman dan menyebar kebencian, maka mereka bukan termasuk dalam golongan muslim yang cerdas dan berkualitas. Umat muslim Indonesia adalah manusia yang cinta damai. Kecerdasan dan kualitas umat muslim Indonesia wajib diwujudkan melalui  pemikiran-pemikiran yang bersifat komprehensif dan universal. Islam me