Kalau seorang tokoh agama islam punya ilmunya cuma sedikit, saya yakin seseorang yang mengklaim dirinya ustadz atau ustadzah, suatu saat bisa kebablasan ketika memberikan tausyiah kepada umatnya.
Baru-baru ini, ada dua tokoh agama islam yang kebablasan ngomong dalam sebuah program acara di TV. Pertama, ustadz Syamsuddin yang memaparkan bahwa salah satu kenikmatan surga adalah adanya 'pesta seks'. "Minta maaf, karena inilah yang kita tahan-tahan selama di dunia. Kenikmatan terbesar yang diberikan Allah SWT di surga adalah pesta seks,” kata Ustadz Syam. Kedua, ustadzah mamah Dedeh yang menganjurkan umat Islam untuk tidak jadi dokter hewan. “Kalau saya menganjurkan, kalau kita sebagai seorang muslim, jangan jadi dokter hewan,” kata Mamah Dedeh.
Pernyataan kedua tokoh agama islam di atas langsung menuai kecaman sengit dari kaum muslim maupun nonmuslim. Pernyataan mereka, benar-benar memalukan dan menjijikkan. Syukurlah, akhirnya keduanya sudah mengakui kekeliruannya dan meminta maaf ke publik. Barangkali, kata maaf sudah cukup bagi sebagian kaum muslim di Indonesia.
Bagi saya, tausyiah kebablasan kedua tokoh agama di atas, jelas merupakan ‘tamparan’ bagi mereka sendiri, karena saya menduga keduanya belum memahami nilai-nilai hakiki yang terkandung dalam ajaran islam. Mungkin saja, itu ‘teguran’ dari Allah SWT untuk mereka, lantaran mereka sudah berani mengidentikkan dirinya sebagai ‘tuhan’ bagi para pengikutnya atau pendengar tausyiahnya. Mudah-mudahan analisis saya salah (sebelumnya, saya mohon maaf).
Berdakwah bukanlah untuk mencari popularitas. Kalau hanya sekadar menggapai popularitas dan uang, akibatnya fatal. Contohnya, ustadz Syam dan ustadzah mamah Dedeh. Setahu saya, para ustadz maupun ustadzah yang tampil di TV, umumnya minta honornya tinggi.
Seorang ustadz atau ustadzah mendapatkan rezeki atas hasil dakwahnya boleh-boleh saja saja. Namun, menjadi tidak wajar kalau mereka memasang tarif yang terbilang mahal karena merasa statusnya sudah popular. Parahnya lagi, kalau permintaan honornya tidak dipenuhi, mereka menolak untuk tausyiah.
Bahkan, ada sebagian ustadz atau ustadzah yang dengan rela mengobarkan statusnya sebagai pendakwah hanya untuk menjadi bintang iklan di TV karena tergoda honor yang tinggi. Lebih gilanya lagi, para pendakwah ini juga semakin berani mendakwahkan sebuah produk massal (iklan), walaupun produk itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan ajaran agama (terjadi penyesatan umat). Ustadz atau ustadzah adalah pemimpin yang mempunyai peran vital dalam membimbing moral dan mental umat untuk bersikap dan berperilaku baik sesuai ajaran agama.
Allah SWT berfirman, “Hai kaumku, Aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?” (QS Huud:51).
Al Minawi dalam Faydh al Qadîr mengatakan, “bencana bagi umatku (datang) dari ulama yang dengan ilmunya bertujuan mencari kenikmatan dunia, meraih gengsi dan kedudukan. Setiap orang dari mereka adalah tawanan setan. Ia telah dibinasakan oleh hawa nafsunya dan dikuasai oleh kesengsaraannya. Siapa saja yang kondisinya demikian, maka bahayanya terhadap umat datang dari beberapa sisi. Dari sisi umat, mereka mengikuti ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya. Ia memperindah penguasa yang mendzalimi manusia dan gampang mengeluarkan fatwa untuk penguasa. Pena dan lisannya mengeluarkan kebohongan dan kedustaan. Karena sombong, ia mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui.” [Al-Minawi, Faydh al Qadîr VI/369.]
Sebagai salah satu umat muslim, saya sangat berharap kepada para pendakwah untuk mawas diri dalam berdakwah karena semua ilmu berasal dariNya. Hindarilah menjadi pendakwah yang bisa menjerumuskan umat ke jurang nista. Wassalam. (Wawan Kuswandi/Foto:Ilustrasi)
www.facebook.com/INDONESIAComment/
plus.google.com/+INDONESIAComment #INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
Comments
Post a Comment