Sedikitnya
ada empat pertempuran panjang yang dihadapi Presiden Jokowi saat ini yaitu
bertempur melawan korupsi, narkoba, intoleransi dan terorisme. Polri, TNI dan KPK dari detik ke detik terus bertempur menghadapi
empat musuh di atas. Pertempuran panjang ini telah banyak menyedot kas negara.
Jumlah
penduduk yang terus bertambah dan semakin terbukanya akses teknologi sosial
media (internet), membuat Indonesia
menjadi sasaran empuk para bandar dan pengedar narkoba. Peluang ini tidak
disia-siakan jaringan narkoba nasional
maupun internasional. Berbagai bentuk penyelundupan dan pemakaian barang
‘haram’ ini terus merebak sampai ke pelosok-pelosok desa. Bahkan, menembus
hingga ke bocah-bocah sekolah dasar di
berbagai wilayah Indonesia. Keuntungan ‘pulus’ dari hasil perdagangan
narkoba memang menggiurkan. Di sisi lain, mental dan moral generasi penerus bangsa hancur
berkeping-keping.
Segenap
stake holder Indonesia kalang kabut dan gagap ketika menghadapi jaringan
narkoba. Mengapa ini bisa terjadi? Tingginya peredaran narkoba di
Indonesia, bukanlah peristiwa luar
biasa. Sejak zaman Orba, bisnis narkoba sudah menggurita. Namun, waktu di zaman Orba, teknologi belum berkembang pesat seperti
sekarang, jumlah penduduk tidak terlampau besar, penegakkan hukum tidak
berjalan serta yang tidak kalah pentingnya ialah ribuan aparat hukum dan pejabat negara terlibat aktif dalam jaringan
narkoba. Jadi, kalau mau disimpulkan,
membludaknya berbagai kasus narkoba
dalam skala nasional maupun internasional memang sudah ada sejak lama. Perbedaannya, sekarang ini penerapan hukum
mulai sedikit tegas dan aparat hukum (tanpa kecuali) yang ikut terlibat ditangkap.
Menyangkut
aksi teroris dan intoleransi, Indonesia pernah merasakan pengalaman mengerikan. Salah satu contohnya
ialah pemberontakan G 30 S PKI dan
adanya perilaku militan dari sebagian penganut islam radikal yang ingin mengubah ideologi Pancasila menjadi ideologi
islam. Contohnya ialah pembentukan DI/TII oleh Kahar Muzakar dan Negara Islam
Indonesia (NII).
Kelompok
Islam garis keras beranggapan bahwa aspirasi umat Islam di Indonesia tidak
mendapat apresiasi dari penguasa sejak zaman Orba. Mereka meyakini bahwa penganut Islam di Indonesia sangat besar,
maka otomatis seluruh tatanan kehidupan, hukum, budaya dan perundang-undangannya harus
mengacu kepada hukum Islam.
Namun,
Indonesia bukanlah negara Islam. Indonesia adalah negara berideologi Pancasila yang di dalamnya
tersurat adanya penghormatan dan apresiasi terhadap penganut agama lain.
Langkah strategis yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengikis aksi terorisme
dan intoleransi ini ialah pemerintah harus
terus-menerus memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat bahwa aliran atau agama apapun yang ada di
Indonesia akan mendapat perlakuan yang
baik dan adil sesuai hukum yang berlaku.
Terakhir
untuk kejahatan korupsi, hingga detik ini manusia-manusia rakus yang duduk di parlemen
dan para birokrat tak akan pernah bosan melakukan tindakan korupsi. Budaya
korup di Indonesia tak mungkin hilang, bila pemerintah masih ragu untuk
menerapkan hukum mati bagi para koruptor. (Foto/Ilustrasi:Ist)
plus.google.com/+INDONESIAComment
Indocomm.blogspot.com
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
Comments
Post a Comment