Duduk santai di kursi atau di lantai bersama keluarga dan teman-teman sambil kongkow ngalor-ngidul merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan. Tapi ingat, jangan gara-gara duduk, kita sampai lupa berdiri. Satu lagi, berbagi tempat duduk kepada sesama, ternyata bisa mendatangkan kenikmatan bathin.
Sejak usia lima tahun, ayah dan ibu saya selalu mengajarkan kalau sedang makan, minum, belajar dan berbicara sebaiknya posisi tubuh dalam keadaan duduk. Kata duduk sangat sederhana. Namun, duduk menjadi kata kerja istimewa dan penuh makna, ketika seseorang mulai memilih kursi untuk mendudukkan (maaf) pantatnya. Duduk menjadi sebuah pilihan, saat seseorang makan di restoran, nonton teater atau naik kendaraan umum. Bagi sebagian anggota parlemen, kursi (tempat duduk) berubah peran menjadi sebuah jabatan bergengsi dan memiliki kekuatan yang sangat dahsyat.
Dulu, teman saya yang kini berstatus sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019, selalu menolak kalau kursi tempat duduk kerjanya tidak memiliki sandaran dan penyanggah tangan. Hal Itu terjadi ketika saya bekerja satu kantor dengannya di sebuah majalah politik ibu kota. Sekarang ini, sang teman sudah menjadi sosok yang arogan. Jauh berbeda ketika dia dan saya sama-sama menjadi wartawan.
Hari pertama masuk SMP di tahun ajaran baru, ada pengalaman menarik soal memilih kursi di kelas. Saya berantem dengan salah satu siswa (kini jadi sahabat baik) memperebutkan kursi paling depan yang dekat dengan meja guru. Akhirnya, saya mengalah dan duduk di kursi deretan paling belakang.
Pengalaman dramatis juga saya temui saat naik KRL Commuter dari arah serpong menuju Jakarta. Saya berdiri (tidak kebagian kursi) di depan seorang pemuda yang duduk santai dan berpura-pura tertidur. Dia tahu kalau ada seorang ibu muda yang sedang hamil berdiri di depannya. Tetapi, pemuda ini tidak memberikan kursinya bagi si ibu hamil. Yaaa…ampunnn…
Tiga peristiwa sederhana diatas menjadi pengalaman unik yang tidak terlupakan dalam hidup saya. Ternyata, sebuah kursi bisa membuat seseorang menjadi serakah dan rakus serta lupa diri terhadap lingkungan sekitarnya. Fungsi kursi bagi orang tertentu, bukan hanya sekadar tempat duduk, tetapi menjadi alat kekuasaan untuk memeras, mengancam atau memukul seseorang. Dalam pertarungan politik, para politisi seringkali bertikai untuk memperebutkan kursi.
Dalam kehidupan keluarga saya, kursi tidak pernah dimanfaatkan untuk kepentingan yang macam-macam seperti kasus diatas. Kursi hanya difungsikan untuk duduk. Tata cara duduk yang etis selalu diajarkan keluarga saya. Bahkan, kami selalu berbagi tempat duduk sesama anggota keluarga, agar selalu ada kehangatan dalam kehidupan kami. Ingatlah berdiri ketika Anda duduk, agar Anda tidak lupa dengan nikmatnya duduk. (Foto/Ilustrasi:Ist)
www.facebook.com/INDONESIAComment/
plus.google.com/+INDONESIAComment
Indocomm.blogspot.com
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
Comments
Post a Comment