Hebohnya kasus makam palsu dan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) palsu, beberapa waktu lalu, sempat membuat pemerintah kalang-kabut. Padahal, sebenarnya kasus palsu-memalsu di Indonesia sudah ada sejak zaman Soeharto.
Masyarakat tak perlu panik soal menjamurnya barang palsu. Anda tentu masih ingat dengan kasus vaksin palsu yang menggegerkan sejumlah stake holder negeri ini. Banyak masyarakat jadi korban, pemerintah pun dituntut untuk bertanggungjawab.
Kasus palsu-memalsu di Indonesia bukan barang baru. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, sejumlah media massa mainstream pernah memberitakan tentang ijazah palsu, dokter palsu, berita palsu, foto palsu, video palsu, pernyataan palsu, ulama atau habib palsu, obat palsu, gelar palsu, hukum palsu, polisi/TNI palsu, pejabat palsu, hadiah palsu, CD palsu, HP palsu, alat elektronik palsu dan ribuan produk palsu lainnya yang kalau disebutkan satu per satu artikel kecil ini tak akan pernah kelar ditulis. Bahkan, ada oknum yang memalsukan jenis kelaminnya agar bisa menikah.
Soal kuliner juga banyak yang palsu. Mulai dari makanan kemasan sampai masakan warung tenda yang berserakan dipinggir jalan. Anda pasti pernah menjumpai spanduk warung tenda yang bertuliskan kata-kata ‘Soto Ayam Asli Lamongan’, ‘Ayam Bakar Asli Bumbu Bali’, ‘Gudeg Jogya Asli’, ‘Soto Betawi Asli’ dan masih banyak lagi klaim kuliner asli-asli lainnya. Kata Asli menjadi begitu penting untuk menutupi kepalsuan.
Salah satu produk sepatu sport ternama di dunia juga berhasil dipalsukan di Indonesia. Produk fashion, obat-obatan dan aksesoris palsu juga ratusan jumlahnya. Khusus untuk produk kosmetik dan obat-obatan palsu akibatnya bisa berbahaya bagi kesehatan fisik manusia, kecuali gigi palsu.
Hebatnya lagi, produk-produk palsu ini menguasai pasar domestik. Faktanya, produk palsu memang memainkan peran penting dalam menggerakkan sektor riil perekonomian sosial, khususnya kelas menengah ke bawah. Mewabahnya produk palsu sangat berkait erat dengan status sosial ekonomi masyarakat yang terbilang masih rendah. Umumnya, produk palsu harganya lebih murah dan peminatnya pun bejibun. Disisi lain, tingkat kepuasan manusia Indonesia yang menggunakan produk palsu semakin tinggi.
Menyangkut sanksi hukum terhadap para produsen produk palsu, pemerintah dinilai sangat lamban. Pemerintah dicap gagal mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memakai produk asli. Selain itu, Pemerintah juga tidak mampu menekan produsen yang memproduksi barang-barang asli untuk menjual produknya dengan harga yang terjangkau publik.
Sesungguhnya, menggunakan produk palsu merupakan hak publik, selama barang itu tidak membahayakan secara fisik maupun mental. Namun, bila produk palsu itu sudah menimbulkan keresahan sosial, maka negara perlu segera turun tangan untuk melindungi rakyat dari efek kepalsuan. Sekarang, mana yang Anda pilih, produk asli atau palsu? Salam seruput teh tubruknya sobat...
BACA JUGA:
plus.google.com/+INDONESIAComment
@INDONESIAComment
Indonesiacommentofficial
@wawanku86931157
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
foto: istimewa
Comments
Post a Comment