Oleh: Wawan Kuswandi
Pemerhati Komunikasi Massa Belum lama ini umat beragama di Indonesia terutama kaum muslim, dibuat heboh oleh pernyataan seorang ustadz yang menyebut kebudayaan wayang haram. Benarkah tokoh agama itu berkata demikian atau media massa yang memelintir pernyataan tokoh tersebut dengan judul yang sangat provokatif? Silahkan pikirkan sendiri.
Kalau memang tokoh agama itu menyebut bahwa kebudayaan wayang haram, maka ada tiga hal penting yang mungkin menjadi latar belakang keluarnya pernyataan itu, yakni:
1. Tokoh agama itu bermaksud ingin mengkudeta kebudayaan nasional.
2. Tokoh agama itu tidak memahami filosofi kebudayaan nasional.
3. Tokoh agama itu tidak memahami Islam sebagai ajaran Rahmatan Lil Alamin.
Kebudayaan manusia lahir lebih dulu di alam semesta dibandingkan dengan agama. Kebudayaan manusia ada yang bersifat buruk dan ada yang bersifat baik. Kemudian agama turun ke bumi melalui nabi-nabi yang diutus Tuhan, untuk membimbing umat manusia ke jalan yang benar dan menghapus kebudayaan manusia yang bersifat buruk.
Nilai Sosial
Fungsi agama yang dibawa para nabi itu adalah untuk menjelaskan kepada manusia tentang tatacara menjalani kehidupan atau hubungan antarsesama manusia dalam konteks kemanusiaan dan menghilangkan kebudayaan yang bersifat buruk bagi manusia (Jahiliyah). Sedangkan kebudayaan yang bersifat baik dan mengandung nilai-nilai sosial kemanusiaan tetap berjalan, seperti musik, tarian, bahasa, teknologi dan masih banyak lagi kebudayaan manusia yang mengandung nilai-nilai peradaban. Setiap negara di dunia memiliki kebudayaannya masing-masing dan berjalan bersamaan dengan ajaran agama.
Istilah yang berkaitan dengan konsep kebudayaan dalam Islam disebut adab (peradaban) manusia. Ismail Faruqi menyatakan bahwa adab itu berarti culture atau kebudayaan. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW menyebut, “Tuhan telah memberikan kepadaku pendidikan adab, addabani, dan Tuhan telah memperbaiki atau menyempurnakan pendidikan adab terhadapku.”
Adab yang dimaksud dalam hadist diatas, memiliki pengertian luas yang mencakup keahlian seseorang yang dengan kedalaman ilmunya mampu meletakkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Seseorang yang memiliki sifat kedalaman ilmu ini, kemudian menyebar serta diikuti dalam kehidupan sosial masyarakat dan melahirkan budaya kehidupan (adab) sosial.
Peradaban Manusia
Kesadaran tentang makna adab sosial yang menyeluruh itu tercermin dalam kitab-kitab Islam, seperti Adab ad-Dunya wad-Din karya Abul Hasan Al-Mawardi dan analisis tentang kehidupan yang beradab dalam kitab karangan Imam Al-Ghazali Ihya ‘Ulumuddin.
Dalam bahasa Indonesia istilah peradaban sosial merujuk kepada kata sivilisasi. Kata ini memiliki pengertian sebagai unsur budaya yang dianggap mengandung nilai-nilai dan norma yang tinggi dan maju. Dalam sejarah umat manusia, sivilisasi digunakan untuk berbagai peradaban yang maju, seperti Indus, Sumeria, Assiria, Mesir, Inca, Oksidental, Oriental, dan lainnya. Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan tentang berbagai peradaban diatas, namun sebagian besar bukti fisiknya telah lenyap bersama kemajuan zaman.
Kesadaran tentang makna adab sosial yang menyeluruh itu tercermin dalam kitab-kitab Islam, seperti Adab ad-Dunya wad-Din karya Abul Hasan Al-Mawardi dan analisis tentang kehidupan yang beradab dalam kitab karangan Imam Al-Ghazali Ihya ‘Ulumuddin.
Dalam bahasa Indonesia istilah peradaban sosial merujuk kepada kata sivilisasi. Kata ini memiliki pengertian sebagai unsur budaya yang dianggap mengandung nilai-nilai dan norma yang tinggi dan maju. Dalam sejarah umat manusia, sivilisasi digunakan untuk berbagai peradaban yang maju, seperti Indus, Sumeria, Assiria, Mesir, Inca, Oksidental, Oriental, dan lainnya. Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan tentang berbagai peradaban diatas, namun sebagian besar bukti fisiknya telah lenyap bersama kemajuan zaman.
filsuf Farmer mendefinisikan sivilisasi sebagai unit budaya yang besar dan mengandung norma-norma sosial, tradisi, dan institusi yang dimiliki bersama dan diwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya (Farmer 1977:xxxix).
Allah SWT dalam firmannya di Surat Al Hujurat:13 mengatakan, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Surat diatas bila ditelaah lebih jernih, makna perbedaan itu bukan hanya masalah suku bangsa dan gender, tetapi juga melingkupi karya cipta dan perbedaan adab (kebudayaan manusia). Menghormati perbedaan ini menjadi bagian penting dari ketaqwaan manusia kepada Tuhan.
Nah, kembali kepada soal pernyataan wayang haram diatas, tentu Anda tidak begitu saja menerima pernyataan itu, sebelum memahami ajaran Islam dengan sesungguh-sungguhnya dan sedalam-dalamnya. Haram atau halalnya kebudayaan wayang menjadi pilihan Anda. Silahkan Anda renungkan baik-baik.
Sumber foto: google.com
Allah SWT dalam firmannya di Surat Al Hujurat:13 mengatakan, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Surat diatas bila ditelaah lebih jernih, makna perbedaan itu bukan hanya masalah suku bangsa dan gender, tetapi juga melingkupi karya cipta dan perbedaan adab (kebudayaan manusia). Menghormati perbedaan ini menjadi bagian penting dari ketaqwaan manusia kepada Tuhan.
Nah, kembali kepada soal pernyataan wayang haram diatas, tentu Anda tidak begitu saja menerima pernyataan itu, sebelum memahami ajaran Islam dengan sesungguh-sungguhnya dan sedalam-dalamnya. Haram atau halalnya kebudayaan wayang menjadi pilihan Anda. Silahkan Anda renungkan baik-baik.
Sumber foto: google.com
Foto hanya sebagai ilustrasi
Comments
Post a Comment