Oleh: Wawan Kuswandi
Founder THE WAWAN KUSWANDI FORUM
Jelang beberapa hari lagi menuju pemilu 2024, tepatnya tanggal 14 Februari mendatang, situasi politik nasional semakin kritis. Bahkan, menurut analisis saya, dalam pemilu kali ini, Indonesia benar-benar berada dalam situasi yang amat berbahaya bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Aroma polarisasi antar anak bangsa yang bermain politik sangat kental terjadi dan berpotensi menyulut konflik horizontal secara meluas. Hal ini, tentu tidak bisa dibiarkan terjadi hanya karena 'hajatan' pilpres 2024.
Perebutan kekuasaan lima tahunan menjadi barang busuk, bila pada akhirnya mengakibatkan Indonesia terpecah-belah dan hancur.
Saat ini Indonesia dalam keadaan tidak baik-baik saja. Situasi kritis ini bermula dari tampilnya seorang anak presiden yang masih berkuasa menjadi cawapres salah satu paslon capres dalam kontestasi pilpres 2024, dengan mengangkangi Putusan MK Nomor 90/PUUXXI/2023.
Efek domino atas keputusan MK itu, munculah tudingan pelanggaran etik yang dilakukan MK dan berimbas kepada anak presiden yang dengan mudahnya melenggang menjadi cawapres.
Lapisan akar rumput, kalangan politisi, tokoh-tokoh ormas keagaaman dan aktivis politik menyebut, akan terjadi transformasi kekuasaan di Indonesia melalui proses Politik Dinasti sang presiden kepada anaknya.
Belum lagi adanya dugaan ketidaknetralan segolongan oknum ASN dan aparat TNI serta Polri yang mendukung anak presiden untuk menang dalam kontestasi pilpres 2024.
Sejumlah parpol 'gendut' juga berkoalisi secara terbuka untuk mendukung paslon yang dijagokan presiden, tanpa melihat kepentingan kebangsaan secara utuh dan lebih luas. Bahkan, sang presiden dan sejumlah menteri secara transparan berkampanye dan memihak salah satu paslon yang cawapresnya anak presiden.
Rakyat sebagai subjek politik sekaligus pemegang kedaulatan negara, tidak lagi penting. Kekuasaan menjadi 'tahta' yang harus direbut, walaupun harus mengorbankan nilai-nilai etika kebangsaan dan 'membunuh' keutuhan persatuan dan kebangsaan.
Disisi lain kelompok oportunis dan oligarki bergabung, mereka bersiap-siap mengambil kesempatan merebut kekuasaan bagi kepentingan mereka. Kalangan asing yang memiliki kepentingan ekonomi dengan Indonesia dipastikan akan dengan mudah mengambil alih kekuasaan, bila Indonesia mengalami kritis politik akut.
Dalam kesempatan yang sangat sempit dan terbatas ini, saya sebagai anak bangsa hanya ingin mengingatkan semua stakeholder politik dan seluruh rakyat Indonesia, untuk lebih mengutamakan keutuhan bangsa, dibandingkan harus membabi-buta memenangkan proyek politik lima tahunan yang sangat berpotensi menumpahkan darah rakyat menuju proses kematian negara yang sia-sia.(*****)
Comments
Post a Comment