Membaca
buat saya benar-benar merupakan aktivitas yang sangat mengasyikkan. Selain
menambah wawasan, membaca bisa membuat pikiran
tetap aktif dan sehat. Konon
katanya, membaca bisa membuat awet muda (boleh percaya, boleh tidak).
Sayangnya, tidak semua orang Indonesia gemar membaca.
Survey
minat baca siswa SD di Jepang yang dilakukan The Mainichi Daily News (2014) lalu, menyebutkan bahwa sebanyak 18
persen pelajar SD sudah membaca lebih dari 16 buku per bulan. Di Indonesia, justru murid-murid SD lebih
gemar nonton televisi dan main game online.
Di sisi lain, para ibu-ibu muda dan wanita separuh baya, lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
bergosip ria melalui HP atau ngerumpi dengan teman saat arisan atau pengajian
di majelis taklim.
Terus
terang saja, saya tidak bermaksud memaksa Anda membaca artikel ini. Anda punya
hak untuk membaca atau tidak. Namun,
izinkan saya berbagi sedikit tentang
dimensi kata Bacalah. Dari sejumlah referensi yang saya baca ditambah dengan
pendapat beberapa narasumber, ternyata, kata ‘Bacalah’
mempunyai dimensi positif yang
sangat luas dalam kehidupan manusia.
Kata
‘Bacalah’ atau Iqro (QS Al Alaq:1-5) mengandung makna spiritual bagi penganut Islam. Mengapa? Karena Bacalah
adalah kata pertama yang terucap
dari Malaikat Jibril AS kepada
Nabi Muhammad SAW ketika sedang bertahannuf
malam hari di Goa Hira
tanggal 17 Ramadhan tahun 610 M. Dari
situlah Nabi Muhamad SAW mengenalkan
Allah SWT kepada seluruh makhluk hidup di jagat raya.
Dimensi
pertama kata ‘Bacalah’ ialah Allah SWT memilih Nabi Muhammad SAW sebagai mediator untuk
menyebarkan petunjuk kehidupan [Al Quran] kepada seluruh makhluk hidup di muka
bumi. Manusia diwajibkan untuk menggunakan akal dan pikirannya saat menghadapi berbagai persoalan hidup. Untuk melatih
agar akal dan pikiran manusia bisa
menjadi solusi dalam memecahkan problema
kehidupan, maka cara terbaiknya ialah
dengan banyak membaca. Disini, kata
‘Bacalah’ mengandung makna
leksikal. Apa yang harus kita baca? Banyak. Kita bisa membaca kitab suci, buku,
surat kabar, sosial media, selebaran, jurnal
dan sejenisnya. Membaca memberi
kita banyak pengetahuan. Membaca membuat seseorang bisa keluar dari
kebodohan. Membaca mampu melindungi kita dari kejahatan sosial yang bersifat linguistik.
Dimensi
kedua kata ‘Bacalah’ yaitu manusia
ditunjuk olehNya untuk menjadi khalifah di bumi. Dalam konteks ini, makna ‘Bacalah’ mengandung arti bahwa manusia diwajibkan
untuk menganalisis seluruh peristiwa
alam dan fakta sosial yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Manusia berperan untuk saling mengingatkan antarsesama
untuk tidak melakukan penyimpangan sosial.
Dari sinilah lahir istilah
sanksi sosial, hukum dan
perundang-undangan tertulis yang bertujuan menjaga tertib sosial. Kata Bacalah lebih bermakna
kontrol sosial.
Dimensi
ketiga kata ‘Bacalah’ ialah manusia
wajib melakukan introspeksi dan mengevaluasi diri dalam pergaulan sosialnya
karena manusia akan diminta mempertanggungjawabkan segala perbuatannya,
baik kepada dirinya sendiri maupun
kepada tuhan. Bacalah dalam konteks ini
mengandung makna personal kontrol.
Sebenarnya
banyak sekali dimensi kata Bacalah yang
belum terurai. Saya yakin Anda pun
memiliki pendapat sendiri. Semoga kata Bacalah selalu mengingatkan
saya dan Anda untuk terus ‘membaca’
kehidupan alam semesta sepanjang zaman. Membaca selama satu jam setiap
hari, bisa membuat pikiran kita menjadi sehat dan segar.(Foto/ILustrasi:Ist)
plus.google.com/+INDONESIAComment
Indocomm.blogspot.com
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
Comments
Post a Comment