Nafsu adalah musuh manusia yang paling sadis. Sekejam-kejamnya godaan iblis, ternyata masih lebih kejam nafsu manusia. Iblis tak perlu repot-repot lagi membujuk kaum Adam AS untuk mendukung mereka menjadi musuh Tuhan, lantaran nafsu sudah mengendalikan sikap dan perilaku hidup manusia sehari-hari.
Ketika gaya hidup manusia sudah mulai berpihak kepada kebendaan, maka kejahatan di jagat raya pasti akan semakin mengerikan. Sekarang ini, sebagian penduduk dunia, termasuk orang Indonesia sudah lama akrab dengan orientasi kebendaan. Dalam konteks pergaulan sosial, kebendaan identik dengan melimpahnya kekayaan materi.
Disadari atau tidak, orientasi kebendaan secara diam-diam menggiring hati, pikiran, sikap dan perilaku manusia menuju peradaban nafsu. Nafsu terus membujuk manusia memburu harta, uang, wanita dan jabatan. Manusia tidak lagi peduli dengan halal dan haram. Manusia saling ‘bunuh’ saat memburu kebendaan. Plautus Asinaria (195M) dalam karyanya yang berjudul ‘Lupus Est Homo Homini’ menggambarkan bahwa manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (Homo Homini Lupus).
Salah satu bentuk kongkret nafsu manusia ialah korupsi dan tindakan asusila yang dilakukan sejumlah pejabat, politisi maupun tokoh agama. Nafsu terus mendikte manusia. Nafsu merusak siapa saja tanpa kecuali. Nafsu membuat manusia menjadi sosok yang tidak tahu malu dan tidak tahu diri. Manusia tidak lagi menghargai harkat dan martabatnya sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia.
Detik per detik, penetrasi nafsu membabi-buta menggoyahkan hati nurani dan melunturkan logika sehat manusia. Akhirnya, lahirlah perilaku hedonism, opportunism, anarchism, free sex dalam kehidupan manusia. Perilaku saling sayang menyayangi antarsesama makhluk ciptaan Tuhan lenyap. Sikap toleransi dan saling menghormati antarsesama manusia terkubur. Perbuatan jujur manusia menjadi public enemy.
Istilah ‘Homo Homini Socius’ yang menyebutkan bahwa manusia adalah teman bagi sesama manusia yang dicetuskan filsuf Lucius Annaeus Seneca (65 M) tak berlaku lagi. Iblis bersuka cita dan tertawa terkekeh-kekeh, ketika nafsu menguasai manusia.
Disaat-saat kritis, ketika saya mengalami rasa takut yang teramat sangat dengan serangan nafsu yang bertubi-tubi, saya bersyukur masih ada setitik cahaya menyeruak dari sudut sajadah. Saya berterima kasih kepada sang pemilik jagat raya. Penghormatan yang setinggi-tingginya pun saya persembahkan untuk keluarga besar saya. ‘Semoga, seluruh makhluk hidup di alam semesta terhindar dari peradaban nafsu. Aamiin…(Foto/Ilustrasi:Ist)
www.facebook.com/INDONESIAComment/
plus.google.com/+INDONESIAComment
Indocomm.blogspot.com
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
Comments
Post a Comment