ANALISIS POLITIK: Menuju Pilpres 2024, Begini Manuver Politik Kubu Nasionalis Robohkan Parpol Agamis
Menuju Pilpres 2024Begini Manuver PolitikKubu Nasionalis Robohkan Parpol Agamis
ANALISIS POLITIK
Pertarungan sengit politik tingkat tinggi antar parpol menuju Pilpres 2024 dalam satu minggu terakhir ini, terus diberitakan media mainstream maupun sosial sosial. Padahal, pelaksanaan pilpres masih dua tahun lagi. Sejumlah lembaga survei juga ikut terseret arus politik pilpres dengan mengeluarkan hasil survei disertai analisis politik yang beraneka ragam. Begitu juga kalangan parpol, para politisinya semangat melakukan ‘perang urat syarat’ dengan berbagai pernyataan politik yang saling menyudutkan antar sesama kader parpol.
Dalam suasana berbeda, rakyat yang baru saja memasuki masa recovery dari kungkungan pandemi Covid 19, langsung berhadapan dengan keadaan ekonomi sulit. Contohnya melambungnya harga minyak goreng dan beberapa kebutuhan pokok masyarakat. Lengkaplah sudah, parpol asyik perang politik untuk merebut kekuasaan. Rakyat terseok-seok menghadapi pukulan ekonomi.
Terlepas dari semua uraian di atas, saya tertarik menelusuri pertemuan Ketum parpol serta terjadinya reshuffle kabinet Indonesia Maju untuk ketiga kalinya yang diumumkan di Istana Negara.
Apa sih tujuan Presiden Jokowi hingga sampai tiga kali mereshuffle kabinet? Saya menduga, reshuffle kabinet sangat terkait erat dengan pertemuan beberapa Ketum parpol di kantor Nasdem. Menurut saya, pertemuan para Ketum parpol di kantor Nasdem, kemungkinan besar mereka membicarakan kepentingan politik praktis untuk pilpres 2024. Apa sih kepentingan politik praktis pilpres 2024? Tentu saja menyangkut pengusungan bakal capres, perebutan kursi legislatif serta rencana pembentukan koalisi parpol untuk memenuhi syarat Presidential Treshold 20 persen.
Prediksi Koalisi Parpol
Pertemuan sejumlah Ketum Parpol di kantor Nasdem yang dihadiri Surya Paloh (Ketum Nasdem) menyisakan sebuah misteri. Namun akhirnya, misteri itu terjawab. Rakernas Nasdem telah memutuskan mengusung tiga nama bakal capres yaitu Anies Baswedan, Jenderal Andika Perkasa dan Ganjar Pranowo.
Saya menduga, saat Surya Paloh bertemu dengan para Ketum Parpol (sebelum pengumuman hasil Rakernas) ada pembicaraan tentang rencana koalisi. Dalam pembicaraan itu, masing-masing Ketum parpol mungkin sudah membawa nama bakal capres yang akan diusung, bila koalisi terbentuk. Sayangnya, seluruh DPW parpol Nasdem (sebelum pertemuan politik itu terjadi) sudah memutuskan mengusung tiga nama bakal capres diatas. Walhasil, pertemuan politik itu berubah menjadi ajang silaturahim belaka. Rencana koalisi tertunda atau mungkin batal. Kita lihat saja perkembangan berikutnya.
Ada hal menarik dari hasil Rakernas Nasdem. Saya menangkap kesan, Nasdem memainkan politik ‘dua kaki’ dengan mengusung Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan (keduanya memiliki elektabilitas tinggi dari hasil beberapa lembaga survei). Saat ini, posisi politik Ganjar Pranowo berada di barisan nasionalis. Itu artinya, bila terjadi koalisi antar parpol nasionalis, Nasdem bisa ikut serta.
Sedangkan, Anies Baswedan disebut-sebut berada dalam kubu agamis. Nasdem ingin menunjukkan bahwa Anies Baswedan merupakan ‘jembatan penghubung’ Nasdem dengan kelompok parpol agamis. Bila ada koalisi di kubu parpol agamis, Nasdem juga bisa ikut terlibat.
Sementara itu, keberadaan Jenderal Andika Perkasa sengaja disiapkan untuk menjadi sosok bakal capres alternatif, bila terjadi kebuntuan dalam memilih bakal capres yang diusung (nasionalis dan agamis). Dengan menerapkan strategi politik ‘dua kaki’ ini, maka Nasdem akan mudah mendapat partner koalisi, baik di kubu Nasionalis maupun agamis. Nasdem bisa berkoalisi dengan PDIP, Gerindra, bila capresnya Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto (nasionalis). Nasdem juga bisa berkoalisi dengan parpol PKS atau parpol agamis lainnya, bila capresnya Anies Baswedan.
Di sisi lain, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digagas Golkar, PPP dan PAN (diduga sudah masuk kubu nasionalis), belum menjelaskan secara terbuka siapa bakal capres yang akan diusung. Kalau PKS dan PKB ikut rombongan KIB, urusan politiknya jadi makin rumit karena Muhaimin Iskandar (PKB) kebelet nyapres dan PKS mungkin tetap ngotot Anies Baswedan sebagai bakal capres. Airlangga Hartarto (Golkar) juga masih ‘nafsu’ nyapres.
Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) yang digagas PKB dan Gerindra, secara politis akan banyak menguntungkan Gerindra karena elektabilitas Prabowo tinggi. Sedangkan PKB (Ketumnya Muhaimin Iskandar atau Cak Imin) masih terperosok di level bawah dalam sejumlah hasil survei. Dalam bahasa politik sederhana, PKB dan Cak Imin masuk dalam golongan parpol oportunis yaitu parpol yang hanya ingin mendapatkan jatah kekuasaan dengan cara ‘nebeng’ kepada parpol atau tokoh yang popularitas dan elektabilitasnya tinggi. Kemungkinan kedua ialah dukungan publik terhadap Prabowo dan Gerindra akan hancur, karena publik tidak setuju Cak Imin mengisi posisi wacapres dari capres Prabowo. Sosok Cak Imin sudah tidak laku lagi di pasaran politik.
Di parpol Demokrat, pilihan bakal capresnya hanya AHY. Namun, kalau Demokrat berkoalisi dengan PKS dan PKB, maka sulit bagi AHY meraih posisi bakal capres, peluangnya hanya bakal cawapres (itu bila parpol koalisi setuju), karena Cak Imin (PKB) juga berambisi jadi presiden. Disisi lain, mungkin PKS tetap konsisten menjagokan Anies Baswedan. Anies dan Cak Imin berpeluang menjadi pasangan bakal capres-cawapres. Namun, hal ini akan sulit diterima Demokrat.
Berdasarkan uraian diatas, maka untuk sementara saya bisa menyimpulkan bahwa kubu nasionalis memiliki banyak stok bakal capres potensial seperti Ganjar Prabowo, Prabowo Subianto, Jenderal Andika Perkasa dan putri mahkota Puan Maharani. Dari kubu agamis, bakal capres potensial hanya Anies Baswedan. Dalam hitungan politik, kubu nasionalis jelas lebih unggul dibandingkan kubu agamis dalam soal stok bakal capres. Elektabilitas stok bakal capres kubu nasionalis rata-rata tinggi. Sedangkan di kubu agamis, hanya Anies yang elektabilitasnya tinggi. Elektabilitas Cak Imin dan Airlangga Hartarto masih sangat rendah dan tampaknya tidak diminati publik.
Bila tidak ada kejutan politik dari sosok bakal capres ‘kuda hitam’ saat pilpres 2024 nanti, maka kubu nasionalis berpeluang menang besar sekaligus merobohkan parpol agamis. Kita tunggu saja...
Agenda Dibalik Reshuffe Kabinet
Tujuan utama Presiden Jokowi mereshuffe kabinet, mungkin bukan hanya semata-mata urusan politik praktis pilpres 2024. Ada maksud lain yang lebih besar dan sangat penting yaitu masalah kebangsaan dan kenegaraan.
Menurut saya, dalam tataran politik praktis Jokowi sudah tidak punya tanggung jawab politik lagi karena masa jabatannya berakhir tahun 2024. Namun, sifat kenegarawanan dan kebangsaan Jokowi sangat kuat terhadap rakyat, bangsa dan negara. Jokowi menginginkan Indonesia menjadi negara yang kuat dan mandiri dalam berbagai aspek (ekonomi, sosial, budaya, teknologi dan politik), tetapi tetap berada dalam koridor NKRI dan Pancasila.
Nah, karena komitmennya yang kuat terhadap NKRI dan Pancasila, maka sebelum masa jabatannya berakhir, Jokowi menyiapkan dan memasang pondasi yang kuat untuk menjaga Pancasila dan NKRI dari rongrongan gerombolan dan oknum-oknum tokoh agama yang ingin memecah-belah NKRI dan menggantikan ideologi Pancasila dengan memakai kedok agama.
Selain itu, Jokowi juga menginginkan agar pejabat, parpol dan elit politik di Indonesia terhindar dari masuknya (penyusup) oknum, kelompok atau penjahat negara yang dalam setiap tindakannya selalu menjual nama rakyat. Salah satu cara yang dilakukan Jokowi ialah mereshuffle kabinet dengan memasukan tokoh-tokoh atau elit parpol yang setia dengan NKRI dan Pancasila.
Dipilihnya Zulkifli Hasan (Ketum PAN) sebagai Menteri Perdagangan, diharapkan bisa merawat masa Muhammadiyah agar tetap berada dalam jalur NKRI dan Pancasila dan semakin memperkuat NU. Zulkifli juga punya tugas besar untuk membereskan masalah rakyat, terkait mahalnya kebutuhan pokok, salah satunya harga minyak goreng yang menjulang tinggi. Mampukah Zulkifli? Yuk kita lihat hasilnya....
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Hadi Tjahjanto mengisi posisi menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional. Keberadaan Hadi, diharapkan bisa menambah kuota sertifikasi lahan untuk rakyat serta memberantas mafia tanah yang sudah menyebar di berbagai wilayah Indonesia, diduga termasuk di IKN. Bahkan, disinyalir ada segerombolan oknum yang menggunakan tanah/lahan atau wilayah negara untuk basis pendidikan dan penyebaran ideologi tertentu yang tidak sesuai dengan falsafah Pancasila. Nah, Tugas mantan Panglima TNI ini sangat berat. Hadi wajib merebut dan mengembalikan lahan atau tanah tersebut kepada negara sekaligus memonitor kelompok-kelompok anti NKRI dan Pancasila yang ingin menguasai tanah negara dengan cara-cara ilegal.
Sedangkan Afriansyah Noor yang backgroundnya berasal dari aktivis dipilih menjadi wakil Menteri Ketenagakerjaan. Diharapkan, Afriansyah mampu membantu Menteri Ketenagakerjaan untuk meredam gejolak buruh yang acapkali terjadi sekaligus mencegah menyusupnya oknum-oknum gerombolan anti NKRI dan Pancasila ke kalangan buruh nasional.
Dua menteri dan tiga wakil menteri baru yang dilantik Jokowi, hampir semua bidang kerjanya berhubungan langsung dengan kepentingan rakyat. Kalau semua menteri dan wakil menteri mempunyai visi, misi dan komitmen yang sama terhadap nasionalisme, NKRI dan Pancasila, maka Jokowi telah berhasil meletakan pondasi negara yang kuat.
Jelang pelantikan sejumlah menteri dan wakil menteri baru di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/06/2022), hadir tujuh orang Ketum parpol, yaitu Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa.
Pertemuan tujuh orang Ketum parpol bersama Jokowi ini, secara tegas menyimbolkan bahwa parpol nasionalis dan parpol agamis yang bernuansa kebangsaan seperti PAN, PPP dan PKB tetap berada dalam garis nasionalisme dibawah naungan Pancasila dan NKRI.
ICTV: Nikmatnya Guest House Naima Jiwo Yogyakarta. Penasaran? Coba Deh...
Comments
Post a Comment