ANALISIS KASUS BECHI
Oknum Predator Seks 'Gentayangan' di Pesantren,
Mengapa Bisa Terjadi?
Lihat Tayangan Videonya di:
Oleh: Wawan Kuswandi
Pemerhati Komunikasi Massa
Founder THE WAWAN KUSWANDI FORUM
WA: 081289349614
Berhubungan intim dengan pasangan halal (suami-istri) berdasarkan hukum agama dan perundang-undangan yang berlaku merupakan kenikmatan luar biasa yang diberikan Tuhan kepada umat manusia. Pernikahan menjadi begitu penting dalam kehidupan manusia agar terhindar dari godaan nafsu syahwat dan dosa.
Namun faktanya, ternyata manusia lebih tergiur hawa nafsu hingga melakukan perbuatan melanggar hukum agama, diantaranya berzina. Parahnya lagi, perzinahan justru dilakukan oknum-oknum yang konon katanya sangat memahami ajaran agama karena posisi status sosial mereka sebagai pengasuh (ustadz, kiai, ulama, da'i) dalam lembaga pendidikan berbasis agama, seperti pesantren.
Dalam melaksanakan perzinahan, umumnya oknum-oknum pengasuh pondok pesantren, membohongi santrinya dengan memakai dalil-dalil agama yang telah direkayasa secara pribadi agar nafsu birahi mereka terpenuhi. Akhirnya para korban, terutama santriwati menuruti nafsu bejad mereka. Perkosaan pun terjadilah. Usai melaksanakan nafsunya, para oknum ini kerap mengancam korban untuk merahasiakan perbuatan mereka, agar nama baik pesantren tidak tercemar, sekaligus para korban tidak dikeluarkan (DO) dari pesantren.
Perkosaan terselubung pun terus terjadi dari hari ke hari hingga bertahun-tahun sampai ada sejumlah santriwati hamil dan melahirkan. Oknum pengasuh pesantren menjelma menjadi predator seks. Mereka ‘gentayangan’ memangsa para santriwati yang masih polos dan mudah dibohongi dengan dalil-dalil agama. Sungguh miris...
Dalam melaksanakan perzinahan, umumnya oknum-oknum pengasuh pondok pesantren, membohongi santrinya dengan memakai dalil-dalil agama yang telah direkayasa secara pribadi agar nafsu birahi mereka terpenuhi. Akhirnya para korban, terutama santriwati menuruti nafsu bejad mereka. Perkosaan pun terjadilah. Usai melaksanakan nafsunya, para oknum ini kerap mengancam korban untuk merahasiakan perbuatan mereka, agar nama baik pesantren tidak tercemar, sekaligus para korban tidak dikeluarkan (DO) dari pesantren.
Perkosaan terselubung pun terus terjadi dari hari ke hari hingga bertahun-tahun sampai ada sejumlah santriwati hamil dan melahirkan. Oknum pengasuh pesantren menjelma menjadi predator seks. Mereka ‘gentayangan’ memangsa para santriwati yang masih polos dan mudah dibohongi dengan dalil-dalil agama. Sungguh miris...
Perkosaan Terselubung
Sistem pendidikan pesantren sangat eksklusif yaitu membatasi secara ketat santrinya berhubungan dengan dunia luar. Mungkin inilah yang menjadi salah satu faktor perkosaan terselubung terjadi berkali-kali dan berlangsung bertahun-tahun di pesantren. Para santriwati tidak bisa melaporkan oknum-oknum predator seks di pesantren. Sejumlah kasus pernah berhasil terungkap karena korban melarikan diri dari pesantren dan mengadukan nasibnya ke orang tua.
Hal lainnya lagi yang mungkin juga menjadi penyebab tingginya perkosaan terselubung di pesantren ialah status pengasuh pesantren yang sangat dihormati karena dinilai menguasai ilmu agama sehingga para santriwan dan santriwati harus patuh. Oknum-oknum pengasuh pesantren memanfaatkan situasi ini untuk melampiaskan niat jahatnya.
Pesantren yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi para santriwati dan santriwan untuk memperdalam ilmu agama, justru dimanfaatkan para pengasuhnya untuk mengumbar nafsu birahi mereka secara membabi-buta.
Sistem pendidikan pesantren sangat eksklusif yaitu membatasi secara ketat santrinya berhubungan dengan dunia luar. Mungkin inilah yang menjadi salah satu faktor perkosaan terselubung terjadi berkali-kali dan berlangsung bertahun-tahun di pesantren. Para santriwati tidak bisa melaporkan oknum-oknum predator seks di pesantren. Sejumlah kasus pernah berhasil terungkap karena korban melarikan diri dari pesantren dan mengadukan nasibnya ke orang tua.
Hal lainnya lagi yang mungkin juga menjadi penyebab tingginya perkosaan terselubung di pesantren ialah status pengasuh pesantren yang sangat dihormati karena dinilai menguasai ilmu agama sehingga para santriwan dan santriwati harus patuh. Oknum-oknum pengasuh pesantren memanfaatkan situasi ini untuk melampiaskan niat jahatnya.
Pesantren yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi para santriwati dan santriwan untuk memperdalam ilmu agama, justru dimanfaatkan para pengasuhnya untuk mengumbar nafsu birahi mereka secara membabi-buta.
Sejumlah kasus perkosaan yang dilakukan oknum-oknum pesantren terhadap santriwati tenyata cukup banyak. Salah satu kasus perkosaan santriwati yang saat ini sedang viral adalah kasus pelecehan seksual terhadap santriwati yang dilakukan anak Kiai Mukhtar Mukti pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyyah Jombang, Jawa Timur, yaitu Moch Subchi Al Tsani (MSAT) alias Bechi.
Bechi diamankan polisi Kamis, 7 Juli 2022 malam. Salah satu pengakuan santriwati korban pelecehan seksual Bechi ialah ternyata kelakuan ‘bejad’ itu sudah terjadi sejak 5 tahun lalu, tepatnya tahun 2017. Menurutnya, para korban tidak ada yang berani melapor ke aparat hukum karena Bechi adalah putra KH Muhammad Mukhtar Mu'thi, Pimpinan Shiddiqiyyah dan juga merupakan guru sekaligus wakil rektor pesantren.
Pada tahun 2018, ada santri yang berani melapor ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan dan perkosaan hingga kekerasan seksual terhadap tiga santriwati. Namun, tahun 2019, Polres Jombang menghentikan penyidikan karena pelapor dinilai tidak memiliki cukup bukti. Setelah pelaporan itu, korban lain bermunculan dan melaporkan Bechi (42 tahun) ke Polres Jombang atas kasus serupa. Kasus terus bergulir hingga akhirnya Bechi ditetapkan sebagai tersangka akhir tahun 2019. Bulan Januari 2020, kasus pelecehan seks ini diambilalih Polda Jatim.
Dalam proses penangkapan Bechi, Polisi mengerahkan ratusan personel di sekitar Pondok Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah Ploso, Jombang. Bechi menolak untuk ditangkap dan bersembunyi selama 15 jam di areal pesantren. Polisi kewalahan menangkap Bechi karena disebut-sebut mendapat perlindungan dari ayahnya, Kiai Mukhtar Mukti. Sungguh dramatis...
Tasikmalaya: Polisi tengah mendalami kasus pencabulan yang diduga melibatkan guru di Kabupaten Tasikmalaya. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Taskmalaya Ato Rinanto mengaku telah melaporkan kasus kekerasan seksual ke pihak kepolisian. Terlapor merupakan guru sekaligus pengasuh di salah satu pondok pesantren.
Cilacap: Polres Cilacap mengungkap kasus dugaan perkosaan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan seorang guru agama berinisial M (51 tahun) di Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap. Orang tua korban melapor ke Polsek Patimuan dan kemudian ditangani unit PPA Satreskrim Polres Cilacap. “Jumlah korban sebanyak 15 orang siswi sekolah tingkat dasar," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Cilacap AKP Rifeld Constantien Baba.
Ogan Ilir, Sumsel: September 2021, publik dihebohkan dengan kasus pelecehan seksual oleh dua pengasuh pondok pesantren di Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Mereka diduga melakukan tindakan asusila terhadap 26 santri laki-laki dengan iming-iming uang puluhan ribu rupiah. Kasus bermula dari laporan salah satu orang tua korban. Polda Sumsel langsung meringkus dua orang pelaku. Dua tersangka itu mengaku sudah melakukan perbuatan itu sejak Juni 2020 hingga Agustus 2021.
Bechi diamankan polisi Kamis, 7 Juli 2022 malam. Salah satu pengakuan santriwati korban pelecehan seksual Bechi ialah ternyata kelakuan ‘bejad’ itu sudah terjadi sejak 5 tahun lalu, tepatnya tahun 2017. Menurutnya, para korban tidak ada yang berani melapor ke aparat hukum karena Bechi adalah putra KH Muhammad Mukhtar Mu'thi, Pimpinan Shiddiqiyyah dan juga merupakan guru sekaligus wakil rektor pesantren.
Pada tahun 2018, ada santri yang berani melapor ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan dan perkosaan hingga kekerasan seksual terhadap tiga santriwati. Namun, tahun 2019, Polres Jombang menghentikan penyidikan karena pelapor dinilai tidak memiliki cukup bukti. Setelah pelaporan itu, korban lain bermunculan dan melaporkan Bechi (42 tahun) ke Polres Jombang atas kasus serupa. Kasus terus bergulir hingga akhirnya Bechi ditetapkan sebagai tersangka akhir tahun 2019. Bulan Januari 2020, kasus pelecehan seks ini diambilalih Polda Jatim.
Dalam proses penangkapan Bechi, Polisi mengerahkan ratusan personel di sekitar Pondok Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah Ploso, Jombang. Bechi menolak untuk ditangkap dan bersembunyi selama 15 jam di areal pesantren. Polisi kewalahan menangkap Bechi karena disebut-sebut mendapat perlindungan dari ayahnya, Kiai Mukhtar Mukti. Sungguh dramatis...
Kasus-kasus Perkosaan
Bandung: Pimpinan salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung, HW (36 tahun), bertindak cabul terhadap belasan santriwati sejak tahun 2016. Beberapa santriwati bahkan sampai melahirkan. Kasus HW telah bergulir di Pengadilan Kelas 1A Khusus Bandung sejak 11 November 2021. HW didakwa telah melakukan perbuatan cabul terhadap 14 orang santriwati dalam kurun waktu lima tahun terakhir.Tasikmalaya: Polisi tengah mendalami kasus pencabulan yang diduga melibatkan guru di Kabupaten Tasikmalaya. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Taskmalaya Ato Rinanto mengaku telah melaporkan kasus kekerasan seksual ke pihak kepolisian. Terlapor merupakan guru sekaligus pengasuh di salah satu pondok pesantren.
Cilacap: Polres Cilacap mengungkap kasus dugaan perkosaan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan seorang guru agama berinisial M (51 tahun) di Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap. Orang tua korban melapor ke Polsek Patimuan dan kemudian ditangani unit PPA Satreskrim Polres Cilacap. “Jumlah korban sebanyak 15 orang siswi sekolah tingkat dasar," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Cilacap AKP Rifeld Constantien Baba.
Ogan Ilir, Sumsel: September 2021, publik dihebohkan dengan kasus pelecehan seksual oleh dua pengasuh pondok pesantren di Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Mereka diduga melakukan tindakan asusila terhadap 26 santri laki-laki dengan iming-iming uang puluhan ribu rupiah. Kasus bermula dari laporan salah satu orang tua korban. Polda Sumsel langsung meringkus dua orang pelaku. Dua tersangka itu mengaku sudah melakukan perbuatan itu sejak Juni 2020 hingga Agustus 2021.
Trenggalek, Jawa Timur: Pelecehan seksual diduga dialami puluhan santriwati oleh guru berinisial SMT di pondok pesantren di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Tersangka ditangkap polisi 24 September 2021. Kasus terungkap setelah salah seorang korban mengadu kepada orang tuanya tentang pelecehan SMT. Tersangka melakukan aksinya sejak 2019 lalu.
Jombang, Jawa Timur: Pimpinan salah satu pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur, berinisial S (50 tahun) diduga mencabuli para santriwati. Kasus terungkap Februari 2020. Korbannya mencapai 15 santriwati dalam dua tahun terakhir. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jombang memvonis S 15 tahun penjara dan denda Rp 4 miliar.
Mojokerto, Jawa Timur: Pengasuh pondok pesantren berinisial AM (52 tahun) di Mojokerto, Jawa Timur diduga mencabuli para santri. Pengacara salah satu korban bernama M. Dhoufi menyatakan kliennya dicabuli sejak 2018 dengan iming-iming mendapat berkah kiai.
Lhokseumawe, Aceh: Ketua Yayasan di salah satu pesantren, AI (45 tahun), di Kota Lhokseumawe, Aceh ditangkap polisi karena diduga melecehkan 15 santri yang masih anak-anak pada 2019 lalu. Kasus pelecehan seksual ini telah terjadi sejak akhir 2018.
Pinrang, Sulawesi Selatan: Pimpinan pondok pesantren (ponpes) berinisial SM di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) ditetapkan sebagai tersangka pencabulan terhadap santriwati pada November 2021. Kasus ini terungkap dari laporan empat orang tua korban ke Polres Pinrang.
Jombang, Jawa Timur: Pimpinan salah satu pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur, berinisial S (50 tahun) diduga mencabuli para santriwati. Kasus terungkap Februari 2020. Korbannya mencapai 15 santriwati dalam dua tahun terakhir. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jombang memvonis S 15 tahun penjara dan denda Rp 4 miliar.
Mojokerto, Jawa Timur: Pengasuh pondok pesantren berinisial AM (52 tahun) di Mojokerto, Jawa Timur diduga mencabuli para santri. Pengacara salah satu korban bernama M. Dhoufi menyatakan kliennya dicabuli sejak 2018 dengan iming-iming mendapat berkah kiai.
Lhokseumawe, Aceh: Ketua Yayasan di salah satu pesantren, AI (45 tahun), di Kota Lhokseumawe, Aceh ditangkap polisi karena diduga melecehkan 15 santri yang masih anak-anak pada 2019 lalu. Kasus pelecehan seksual ini telah terjadi sejak akhir 2018.
Pinrang, Sulawesi Selatan: Pimpinan pondok pesantren (ponpes) berinisial SM di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) ditetapkan sebagai tersangka pencabulan terhadap santriwati pada November 2021. Kasus ini terungkap dari laporan empat orang tua korban ke Polres Pinrang.
(Sumber berita kasus perkosaan: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211209082552-12-731811/daftar-kasus-kekerasan-seksual-di-pesantren-indonesia).
Negara Harus Bertindak
Komnas Perempuan mencatat ada 51 kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan dalam rentang tahun 2015 sampai Agustus 2020. Dari total kasus itu, pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam menempati urutan kedua sebesar 19 persen. Di posisi pertama ditempati universitas sebanyak 27 persen.Melihat banyaknya kasus-kasus perkosaan santriwati secara terselubung, maka dapat disimpulkan bahwa saat ini sejumlah oknum pengasuh pesantren di sejumlah wilayah di Indonesia sedang mengalami krisis iman yang sangat akut dan ini sangat berbahaya, karena lembaga pendidikan tempat mereka bernaung bersimbol agama.
Apabila kasus-kasus perkosaan santriwati ini tidak segera diselesaikan secara tegas sesuai hukum yang berlaku, maka sejumlah pesantren atau lembaga pendidikan yang berbasis agama hanya akan menjadi zona bebas ‘perzinahan dan perkosaan’ bagi oknum-oknum predator seks.
Bukan hal yang mustahil, oknum-oknum predator seks mungkin saja masih bersembunyi di sejumlah pesantren lain, namun belum terbongkar ke publik karena para korban ketakutan untuk melapor ke aparat hukum atau merasa malu (aib keluarga). Bisa juga, santriwati bersama keluarganya diancam pengurus pondok pesantren. Bahkan, mungkin juga kasus perkosaan itu diselesaikan dengan cara musyawarah antara pengasuh pesantren dan keluarga santriwati.
Perkosaan terselubung akan terus menjadi bola api yang setiap saat akan merusak nama baik pesantren. Negara wajib hadir untuk menuntaskan kejahatan oknum predator seks di pondok pesantren.
Comments
Post a Comment