Tersangka Korupsi Lukas Enembe,
“Sakit Membawa Nikmat”
Uji Nyali KPK, Berani...???
Lihat tayangan videonya di:
Tanggal 5 September 2022 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana APBD dan gratifikasi sebesar Rp. 1 miliar. Enembe juga disangkakan korupsi dana pengelolaan PON di Papua dan pencucian uang. Pemerintah telah memblokir dana di rekening Enembe sebesar Rp. 71 miliar.Selain itu, dari 12 penelusuran PPATK, ditemukan setoran uang tunai atas nama Enembe ke judi kasino senilai Rp. 560 miliar. Menurut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Anti Korupsi Indonesia, setoran uang itu diduga berasal dari dana APBD Pemerintah Provinsi Papua. LSM Anti Korupsi itu juga menyebut ada 25 Riwayat Perjalanan Enembe ke Luar Negeri. Sejumlah media massa menulis, Enembe memiliki tambang emas di Distrik Mamit, Kabupaten Tolikara, Papua.
Enembe sudah dua kali mangkir dari panggilan KPK dengan alasan sakit. Pendukung Enembe menggelar aksi demo di kota Jayapura, Papua, beberapa waktu lalu. Tujuan aksi demo itu ialah untuk melindungi agar Enembe tidak dijemput paksa KPK.
Sesuai prosedur, semestinya KPK sudah harus menjemput paksa Enembe. Namun, Kenapa hal itu tidak dilakukan? Menurut Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, jemput paksa Enembe ditangguhkan karena kondisi di Papua yang rawan konflik. Mengapa Enembe berani mangkir dari panggilan KPK?
Ini analisisnya, Pertama, Enembe mangkir dipanggil KPK dengan alasan sakit, Cara ini mungkin dinilai paling efektif oleh Enembe karena terkait dengan HAM. Jadi, Jika KPK jemput paksa Enembe dalam keadaan sakit, maka KPK bisa dituduh melanggar HAM. Kedua, Enembe mendapat perlindungan dari pendukungnya yang berpotensi membuat konflik atau kerusuhan, bila Enembe dijemput paksa KPK. Ketiga, Enembe juga mendapat dukungan dari salah satu Ketua Parpol yang mengatakan bahwa kasus Enembe mungkin saja bermuatan politi. Keempat, KPK belum menunjukkan bukti-bukti yang valid atas dugaan korupsi yang dilakukan Enembe, sehingga Enembe merasa yakin dirinya tidak korupsi.
Lantas, apa yang perlu dilakukan KPK dalam menghadapi Enembe? Ada empat cara yang bisa dijalankan, dengan syarat KPK harus punya nyali yaitu:
Pertama, KPK harus bersikap dan bertindak tegas dengan segera melakukan jemput paksa Enembe. Bila terjadi aksi demo dari pendukung Enembe, KPK bisa meminta bantuan polisi atau TNI, agar suasana di Papua tetap kondusif. Kedua, KPK harus menegaskan kepada Enembe bahwa dia telah melakukan Obstruction of Justice. Ketiga, KPK harus segera menunjukkan bukti-bukti valid secara transparan atas dugaan korupsi Enembe kepada publik, terutama masyarakat Papua. Keempat, KPK tidak perlu takut dituduh melanggar HAM dalam jemput paksa Enembe karena pernyataan sakit Enembe bersifat sepihak yaitu hanya dari pengacara Enembe saja. Dalam hal ini, KPK harus mampu membuktikan kebenaran sakit yang dialami Enembe berdasarkan bukti otentik dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai mitra kerja KPK.
Kekhawatiran KPK akan terjadi konflik dengan pendukung Enembe saat jemput paksa Enembe, merupakan sikap dan tindakan yang berlebihan bagi lembaga sebesar KPK.
Dalam kasus dugaan korupsi Lukas Enembe ini, nyali KPK benar-benar diuji, beranikah KPK menjemput paksa Lukas Enembe? Kita tunggu saja....(wawan kuswandi)
Comments
Post a Comment