Gegara Anwar Usman
'Perang Politik Terbuka' Megawati
Versus Prabowo
Jokowi 'Duduk Manis'
Gibran 'Nyantai'
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang juga paman Bacawapres Gibran Rakabuming Raka, namanya terus menjadi polemik publik, terkait keputusannya soal batas usia capres dan cawapres dalam Pilpres 2024 mendatang.
Oleh: Wawan KuswandiPemerhati Komunikasi Massa
Anwar Usman dituding melanggar etika politik dan merusak 'Kesucian' MK, akibatnya, iklim politik nasional menjadi gaduh dan keruh serta berpotensi memunculkan konflik horizontal.
Namun, paman Gibran ini membantah semua tudingan yang diarahkan kepadanya. Dia juga menolak keras bahwa keputusannya dinilai untuk meloloskan Gibran menduduki posisi Bacawapres Prabowo Subianto.
Sebenarnya, sikap dan tindakan Anwar Usman merupakan hal yang biasa saja, bila Prabowo tidak memilih Gibran yang anak sulung Presiden Jokowi untuk menjadi Bacawapresnya.
Masalah muncul ketika Prabowo Subianto menerima keputusan Anwar Usman. Bahkan, Prabowo dalam beberapa kesempatan berbicara dengan awak media beberapa waktu lalu menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada masalah dengan dinasti politik dalam sistem politik nasional.
Semestinya, Prabowo mengecam keputusan Anwar Usman dan membatalkan pencalonan Gibran sebagai Bacawapresnya.
Nah, karena ada 'gayung bersambut' antara Anwar Usman dan Prabowo Subianto inilah, yang pada akhirnya membuat publik, sejumlah politisi dan beberapa pengamat politik menjadi geram dan 'marah besar' kepada Anwar Usman, Jokowi, Prabowo serta Gibran.
Jokowi terkesan hanya 'duduk manis' mendapat 'lampu hijau' soal batas usia capres dan cawapres yang diputuskan Anwar Usman. Seharusnya, Jokowi menolak dan melarang Gibran menerima pinangan Prabowo, justru yang terjadi Jokowi malah merestuinya.
Di sisi lain, Prabowo yang sudah dua kali kandas dalam kontestasi Pilpres, seperti mendapatkan 'angin surga' dari Anwar Usman untuk mewujudkan dirinya menjadi presiden (yakin menang dalam Pilpres 2024) dan Gibran menjadi wakil presiden. Padahal, Prabowo menyadari betul bahwa keputusan Anwar Usman jelas-jelas bersifat politis dan merusak adab dan santun politik kebangsaan.
Hal yang sama juga terjadi dengan Gibran. Bos martabak Markobar ini, justru terlihat sumringah dengan keputusan politik pamannya. Dengan penuh percaya diri, Gibran berani tampil terbuka dihadapan publik untuk menerima posisi Bacawapres yang disodorkan Prabowo. Gibran tampak 'nyantai' dan merasa nyaman mendapatkan karpet merah dari Anwar Usman.
Semestinya, Gibran sadar diri bahwa kemampuan politiknya belum mumpuni untuk menjadi wakil presiden, karena track record politiknya secara nasional masih terbatas dan baru sekelas walikota Solo. Gibran semakin yakin untuk menduduki posisi Bacawapres karena ayahnya masih menjabat presiden RI. Gibran berharap relawan dan pendukung Jokowi akan memberikan suara kepadanya.
Masalah semakin rumit karena Jokowi maupun Gibran, saat keputusan politik Anwar Usman muncul, masih berstatus kader PDIP. Tentu saja Ketua Umum PDIP 'sewot' dan akhirnya melahirkan 'perang politik terbuka' terhadap Prabowo, yang dinilai Megawati ikut mendukung pelanggaran etika politik Anwar Usman.
Dalam pernyataan politik tertulisnya, Megawati menegaskan, apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua, bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani.
Menurut Megawati, Mahkamah Konstitusi seharusnya sangat sangat berwibawa, memiliki tugas yang sangat berat dan penting, guna mewakili seluruh rakyat Indonesia di dalam mengawal konstitusi dan demokrasi.
Untuk itu, dengan melihat polemik peristiwa politik aktual yang sedang terjadi saat ini, Megawati berharap rakyat terus mengawal demokrasi berdasarkan nurani! Jangan takut untuk bersuara, jangan takut untuk berpendapat, selama segala sesuatunya tetap berakar pada kehendak hati rakyat. Terus kawal dan tegakkan demokrasi!
"Itulah kewajiban kita sebagai warga bangsa, dan bahkan menjadi keharusan setiap anak negeri dan bangsa agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Sebab, kedaulatan rakyat harus terus kita junjung tinggi! Pemilu yang demokratis, yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia, harus dijalankan tanpa ada kecuali!" Tegas Megawati.
Selain itu, Megawati juga merasa dilecehkan oleh Jokowi dan Gibran, karena ayah dan anak ini tidak menghormati PDIP yang secara langsung telah membesarkan namanya dalam kancah politik nasional dan berhasil menduduki jabatan publik. Akhirnya, 'perang politik terbuka' Megawati (PDIP) bukan hanya dengan Prabowo, tetapi juga terhadap Jokowi Cs bersama Keluarganya.
Bahkan, 'perang politik terbuka' ini diprediksi akan semakin memuncak saat masa kampanye Pilpres 2024 berlangsung. Bila Prabowo-Gibran menang dalam Pilpres 2024, dikhawatirkan akan terjadi sengketa politik secara berkepanjangan dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal. Semoga saja tidak terjadi....
Comments
Post a Comment