Masuknya nama Kaesang untuk tampil dalam bursa pilkada Jakarta dan Jawa Tengah, menandakan PSI terlalu memaksakan putra bungsu Jokowi ini bermain politik praktis.
Ketua Umum PSI 'karbitan' Kaesang Pangarep, perlahan tetapi pasti, akan menenggelamkan PSI dalam percaturan partai politik nasional.
Tanda-tanda itu sudah terlihat jelas ketika Pileg untuk DPR RI beberapa waktu lalu (2024), politisi PSI gagal mendapatkan kursi di Senayan. Semestinya ini menjadi bahan evaluasi dan mawas diri jajaran elit PSI.
Harapan akan munculnya Jokowi effect ternyata hanya mimpi buruk yang menjelma menjadi kenyataan pahit. Saat ini identitas politik PSI hanya sebagai parpol gurem yang mengharap belas kasihan dari Presiden Jokowi.
Namun, harapan itu juga mustahil akan terwujud, karena Oktober 2024 mendatang, Jokowi selesai menduduki jabatan Presiden RI. Pupus sudah harapan PSI masuk dalam rombongan partai politik elit nasional.
Masuknya nama Kaesang untuk tampil dalam bursa pilkada Jakarta dan Jawa Tengah, menandakan PSI terlalu memaksakan putra bungsu Jokowi ini bermain politik praktis.
Kaesang masih politisi 'ingusan' karena belum memahami politik secara komprehensif. Kualitas, kapabilitas dan pemahaman politik kaesang masih dalam level zero. Melihat kondisi yang tidak sehat ini, akhirnya sejumlah oknum elit PSI 'angkat kaki' dan loncat ke parpol lain.
Badut Politik
Peluang Kaesang di Pilkada Jawa Tengah diprediksi hanya mampu meraih suara maksimal 3 persen (di Jakarta 1 persen). Tentu ini sangat jauh untuk meraih kemenangan.
Kesimpulannya, Kaesang tidak lebih hanya sebagai 'badut' politik yang disetel para politisi senior yang rakus dan serakah kekuasaan.
Bila Kaesang gagal lagi di Pilkada Jakarta maupun Jawa Tengah, maka perlahan tetapi pasti, Kaesang akan 'menenggelamkan' PSI dalam waktu singkat di percaturan partai politik nasional. Sungguh menyedihkan...(***)
Bila Kaesang gagal lagi di Pilkada Jakarta maupun Jawa Tengah, maka perlahan tetapi pasti, Kaesang akan 'menenggelamkan' PSI dalam waktu singkat di percaturan partai politik nasional. Sungguh menyedihkan...(***)
Comments
Post a Comment