Sebagian publik di negeri ini mungkin
kaget bercampur gembira setelah mengetahui bahwa pemerintah Indonesia melalui
Menkopolhukam Jenderal (purn) Wiranto membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia
(HTI). Kenapa hanya HTI yang dibubarkan, sedangkan FPI, FUI,
GNPF-MUI dan sejumlah ormas radikal lainnya tidak? Saya sih, biasa-biasa saja mendengar HTI dibubarkan.
Menurut sumber saya yang ngakunya pernah menjadi simpatisan di HTI [saya antara
percaya dan tidak, namun info ini saya anggap saja sebagai data sekunder], sebenarnya
pemerintah sudah mengamati dan mencium tindak-tanduk HTI sejak tahun 2009
silam. HTI sudah menyiapkan Indonesia menjadi negara khilafah pada tahun
2019 mendatang. Namun, ketika itu (2009), sejumlah elit HTI terpecah menjadi
dua kelompok.
Kelompok pertama, elit HTI yang pro NKRI menjadi negara
khilafah. Sedangkan kelompok kedua, elit HTI yang kontra NKRI menjadi negara khilafah.
Konflik internal dua elit di tubuh HTI ini terendus BIN. Kelompok elit HTI yang
kontra NKRI menjadi negara khilafah membubarkan diri dan kembali ke
ormas-ormas islam non radikal, diantaranya ke NU dan Muhammadiyah.
Sedangkan kelompok elit HTI yang pro NKRI menjadi negara khilafah menyusup ke
FPI, FUI dan GNPF-MUI dan MUI. Kalangan elit HTI pro NKRI menjadi negara khilafah ini
berhasil menduduki posisi-posisi penting di FPI, FUI, GNPF-MUI dan MUI, maka
tak heran ketika usai pilpres tahun 2014 lalu, Indonesia mulai diramaikan
dengan gerakan aksi demo FPI, FUI dan GNPF-MUI dan membawa-bawa isu PKI, khilafah, kafir, anti
pemimpin nonmuslim dan penerapan syariat islam serta isu masuknya ISIS di
Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, puncak gerakan massa yang didalangi elit HTI terjadi pada saat dugaan kasus penistaan
agama yang dituduhkan ke Ahok (yang mungkin saja sudah direkayasa jauh-jauh
hari sebelumnya]. Ormas FPI, GNPF-MUI dan FUI, secara
terbuka berani menyebut aksi demonya dengan sebutan aksi bela islam 1/2/3 serta
mengumbar isu tolak kriminalisasi ulama.
Elit HTI yang pro NKRI menjadi negara
khilafah terus-menerus melebarkan sayap penyusupannya ke beberapa parpol yang
berbasis agama, ke masjid dan musholla, lembaga pengajian
anak-anak, ibu-ibu dan bapak bapak, bahkan sampai ke lembaga pendidikan mulai
dari tingkat TK sampai univesitas dan dari sekolah dasar agama sampai
pesantren.
Berdasarkan fakta dan data ini, negara
melalui Polri dan militer serta Menkopolhukam mulai melakukan pengawasan ketat dan
menyusun strategi untuk membendung penyusupan kelompok HTI. Langkah pertama
negara ialah dengan membubarkan HTI sebagai akar dari semua gerakan aksi radikal
sejumlah ormas. Negara berharap dengan bubarnya HTI akan melemahkan
gerakan radikal FPI, FUI dan GNPF-MUI yang selama ini ‘dikendalikan’
oleh elit HTI.
Tindakan negara membubarkan HTI sudah
tepat. Namun, tugas berat lainya
yang harus dilakukan pemerintah bersama rakyat ialah negara harus secepatnya memutus
jaringan elit HTI yang menyusup ke ormas, parpol dan lembaga pendidikan nasional
dan institusi keagamaan dengan cara
menerapkan secara tegas UU yang berkaitan dengan ideologi Pancasila dan UUD
1945. Negara juga harus segera menerapkan sanksi hukum kepada individu maupun kelompok-kelompok yang
ingin menjadikan NKRI sebagai negara khilafah.
Pada bagian akhir, sumber saya mengemukakan
kekecewaannya yaitu kenapa pemerintah hanya membubarkan HTI? Seharusnya FPI, FUI
dan GNPF-MUI dan lembaga MUI juga dibubarkan karena menurutnya, ormas-ormas itu sudah
melencengkan visinya yaitu ingin membawa Indonesia menjadi negara
khilafah. Benar atau tidaknya informasi
yang tertulis dalam artikel ini (berdasarkan keterangan sumber saya), mungkin bisa menjadi
bahan pertimbangan bagi negara untuk segera melakukan investigasi serius terhadap
ormas-ormas radikal yang ada. Ngeteh
dulu brooo…(Wawan Kuswandi)
plus.google.com/+INDONESIAComment
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
Comments
Post a Comment