Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Al-Khaththath, GNPF dan Persaudaraan Alumni 212, sangat khawatir dengan adanya Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Ahok. Seperti diberitakan sejumlah media massa, Ahok mengajukan PK ke MA, tanggal 2 Februari 2018 lalu. PK tersebut, terkait vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim kepada mantan gubernur Jakarta itu, tanggal Mei 2017 lalu. Sidang PK ini, rencananya akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (26/2/2018).
Al-Khaththath mengaitkan pengajuan PK Ahok dengan momen pilpres 2019. Menurutnya, jika PK Ahok dikabulkan, maka Ahok berpeluang melenggang ke Istana.
"Saya dengar dari ahli hukum, kalau PK Ahok ini dikabulkan, berarti dia akan dibebaskan dengan status bukan tahanan dan bukan narapidana. Dia akan melenggang ke Istana, akan bisa menjadi calon presiden 2019 atau wapres atau apa pun. Ini yang meresahkan umat Islam. Jadi gubernur saja meresahkan, apalagi jadi wapres," kata Al-Khaththath. [https://news.detik.com/berita/3883887/al-khaththath-soal-pk-ahok-dia-bisa-jadi-capres-2019-meresahkan]
Sesungguhnya, PK merupakan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh semua terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia.
BACA JUGA: Mau Tahu Masa Depan Ahok Usai Keluar Dari Penjara? Baca Buku ini
Jadi, PK ini merupakan masalah hukum, bukan persoalan politik, seperti yang dikhawatirkan FUI, GNPF dan alumni 212. PK adaalah hak setiap narapidana, terkait adanya alasan putusan pengadilan yang dinilai salah atau keliru atau juga adanya bukti baru (novum).
Apa yang disampaikan Al-Khaththath bahwa kalau Ahok bebas, maka dia akan masuk istana atau menjadi jadi wakil presiden 2019, tentu saja kekhawatiran itu sama sekali tidak berdasar. PK adalah soal hukum. Sedangkan jabatan wapres itu ranah politik. Jadi, tidak tepat bila dikait-kaitkan antara pengajuan PK Ahok dengan isu soal jabatan wapres 2019.
Terkait capres dan cawapres 2019 mendatang, pilpresnya saja belum berlangsung. Bahkan, para capres yang diusung sejumlah partai politik pun, belum mendeklarasikan secara resmi, siapa cawapresnya.
Kalau pun berandai-andai PK itu dikabulkan MA dan Ahok bebas dari hukuman, itu bukan berarti Ahok akan langsung dengan mudahnya menjadi cawapres 2019. Siapapun tokoh capres 2019 yang diusung sejumlah partai politik, baik Jokowi maupun Prabowo, tentu akan memilih cawapresnya dengan berbagai pertimbangan politik yang sangat mendalam karena ini menyangkut kepentingan bangsa dan negara.
Seorang capres akan sangat hati-hati dalam memilih cawapresnya. Anda boleh percaya, boleh juga tidak, seorang capres akan ‘bunuh diri’ kalau dia memilih cawapresnya mantan seorang narapidana yang diketahui memiliki musuh dari sekelompok orang yang mengatasnamakan agama.
Al-Khaththath mengaitkan pengajuan PK Ahok dengan momen pilpres 2019. Menurutnya, jika PK Ahok dikabulkan, maka Ahok berpeluang melenggang ke Istana.
"Saya dengar dari ahli hukum, kalau PK Ahok ini dikabulkan, berarti dia akan dibebaskan dengan status bukan tahanan dan bukan narapidana. Dia akan melenggang ke Istana, akan bisa menjadi calon presiden 2019 atau wapres atau apa pun. Ini yang meresahkan umat Islam. Jadi gubernur saja meresahkan, apalagi jadi wapres," kata Al-Khaththath. [https://news.detik.com/berita/3883887/al-khaththath-soal-pk-ahok-dia-bisa-jadi-capres-2019-meresahkan]
Sesungguhnya, PK merupakan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh semua terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia.
BACA JUGA: Mau Tahu Masa Depan Ahok Usai Keluar Dari Penjara? Baca Buku ini
Jadi, PK ini merupakan masalah hukum, bukan persoalan politik, seperti yang dikhawatirkan FUI, GNPF dan alumni 212. PK adaalah hak setiap narapidana, terkait adanya alasan putusan pengadilan yang dinilai salah atau keliru atau juga adanya bukti baru (novum).
Apa yang disampaikan Al-Khaththath bahwa kalau Ahok bebas, maka dia akan masuk istana atau menjadi jadi wakil presiden 2019, tentu saja kekhawatiran itu sama sekali tidak berdasar. PK adalah soal hukum. Sedangkan jabatan wapres itu ranah politik. Jadi, tidak tepat bila dikait-kaitkan antara pengajuan PK Ahok dengan isu soal jabatan wapres 2019.
Terkait capres dan cawapres 2019 mendatang, pilpresnya saja belum berlangsung. Bahkan, para capres yang diusung sejumlah partai politik pun, belum mendeklarasikan secara resmi, siapa cawapresnya.
Kalau pun berandai-andai PK itu dikabulkan MA dan Ahok bebas dari hukuman, itu bukan berarti Ahok akan langsung dengan mudahnya menjadi cawapres 2019. Siapapun tokoh capres 2019 yang diusung sejumlah partai politik, baik Jokowi maupun Prabowo, tentu akan memilih cawapresnya dengan berbagai pertimbangan politik yang sangat mendalam karena ini menyangkut kepentingan bangsa dan negara.
Seorang capres akan sangat hati-hati dalam memilih cawapresnya. Anda boleh percaya, boleh juga tidak, seorang capres akan ‘bunuh diri’ kalau dia memilih cawapresnya mantan seorang narapidana yang diketahui memiliki musuh dari sekelompok orang yang mengatasnamakan agama.
Comments
Post a Comment