Skip to main content

Menjadi Muslim yang Menyejukan Untuk Alam Semesta? (puasa hari ke-16)

Kaum muslim wajib menjadi subjek yang menyejukan bagi seluruh makhluk hidup ciptaanNya yang ada di alam semesta. bagaimanakah eksistensi kaum muslim di Indonesia, apakah masih berwujud fisik agamawi semata atau bersifat moral agamawi?

Dalam tulisan pendek ini, saya mencoba memberi jawaban sederhana terhadap pertanyaan di atas, agar pembaca bisa memahaminya sekaligus mencerahkan sisi lahir dan bathin saya dan juga Anda.


Sesungguhnya, seorang muslim yang alim atau taat, tidak mutlak ditentukan oleh khatam Al Qur’an puluhan kali, hafal surat-surat pendek Juz’amma, sering menunaikan ibadah haji, berpakaian gamis atau jilbab, sering berceramah di majelis taklim, rajin bersedekah, melakukan puasa sunnah dan wajib serta menjalankan sholat lima waktu. Lantas apa ukurannya?


Semua aktivitas muslim yang telah saya disebutkan di atas, hanyalah sebatas fisik agamawi, bukan moral agamawi. Kenapa demikian? Ya, Karena mungkin saja mereka memahami dan menjalankan ajaran Islam hanya sebatas fisik atau raga semata. Faktanya, masih ada sebagian besar kaum muslim yang sudah melakukan aktivitas fisik agamawi seperti di atas, tetapi kelakuannya masih tidak manusiawi dan islami, ketika mereka berhubungan dengan sesama makhluk hidup ciptaan Tuhan (manusia, hewan, tumbuhan dan seluruh benda) yang bertebaran di alam raya.


Islam itu ajaran perbuatan baik, menyejukan dan saling menyayangi antasesama makhluk hidup. Islam itu bukan hanya sekadar ibadah individual, tetapi juga ibadah sosial. Ajaran Islam sangat terkait dengan perbuatan sosial tanpa pilih kasih. Islam itu bukan hanya sekadar berwujud gelar ulama, habib, ustadz, dai dan kyai saja.


Mungkin akan menjadi hal yang sia-sia saja, bila seorang muslim yang sudah meyakini rukun Islam dan rukun Iman, tetapi perbuatan dan perkataannya dalam kehidupan sehari-hari selalu menebar kebencian dan permusuhan. Bahkan merasa diri sudah paling benar diantara banyaknya perbedaan.


Sudah seharusnya sikap dan perilaku kaum muslim bukan hanya mengutamakan fisik agamawi tetapi juga menerapkan nilai-nilai moral agamawi. Sayangnya di Indonesia, sebagian besar penganut Islam dan tokoh agamanya, masih ada saja yang merasa dirinya paling Islam dibanding yang lain, ketika mereka sudah melaksanakan kegiatan fisik agamawi. Padahal, kenyataannya, mungkin saja merekalah yang justru sering mencermarkan ajaran agama. Mana yang Anda pilih, menjadi muslim fisik agamawi atau moral agamawi? Jawabannya terserah Anda. 

Salam berbuka puasa bro...[ Wawan Kuswandi ]


LIHAT JUGA:

plus.google.com/+INDONESIAComment 
Indocomm.blogspot.com 
@INDONESIAComment
@indonesiacommentofficial
ICTV Televisi Inspirasi Indonesia
THE WAWAN KUSWANDI INSTITUTE
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
Foto: ist

Comments

Popular posts from this blog

Menu Buka Puasa itu Bukan Takjil, Tapi Iftar [puasa hari ke-3]

Hampir sebagian besar kaum muslim di Indonesia, memahami kata takjil sebagai makanan atau minuman ringan untuk berbuka puasa. Sebenarnya istilah yang benar tentang menu untuk berbuka puasa bukan takjil, tetapi iftar. Sampai hari ini, pemahaman salah tentang takjil masih terus berlangsung. Takjil berarti menyegera (kamus Al Munawwir hal 900).  Takjil dalam konteks berpuasa, bila diadaptasi kedalam bahasa Indonesia mengandung arti menyegera berbuka puasa saat tiba waktunya (jangan ditunda-tunda). Takjil adalah bahasa Arab yang artinya penyegeraan, bersegera. Takjil berasal dari kata dasar ajjala, yu’ajjilu yang berarti menyegerakan atau mempercepat. Takjil adalah kata kerja, bukan kata benda. Jadi, arti kata takjil bukan makanan atau minuman. Kata yang tepat untuk menyebut makanan dan minuman saat berbuka puasa adalah Iftar. Dalam kamus KBBI, kata iftar diadaptasi dari bahasa Arab yang berarti berbuka puasa. Iftar menggambarkan makanan dan minuman, termasuk makanan utama seper

PROFIL PUBLIK: Wawan Kuswandi, Sosok Jurnalis dan Pemerhati Komunikasi Massa Berkarakter Friendly

PROFIL PUBLIK Wawan Kuswandi, Sosok Jurnalis dan Pemerhati Komunikasi Massa  Berkarakter Friendly Wawan Kuswandi adalah sosok jurnalis dan pemerhati komunikasi massa yang memiliki karakter friendly. Dalam jagat jurnalistik, Weka (panggilan sehari-hari Wawan di kalangan teman-teman pers) sudah berpetualang sekitar  20 tahun lebih hingga sekarang.  Mengawali karirnya sebagai kuli tinta, Wawan bekerja di harian MERDEKA, Jakarta (1995-2005), kemudian mengembara ke Radio SPORT FM 89,35, Jakarta (2007), Majalah TAJUK, Jakarta (2008), dan sejumlah media massa lainnya sebagai penulis lepas, seperti harian SUARA PEMBARUAN, BISNIS INDONESIA, MEDIA INDONESIA, MONETER INDONESIA, BERITA YUDHA, JAYAKARTA, PROPERTY AND THE CITY, GEOTIMES.ID, IBTimes.ID, PropertiTerkini.com, HomePoint.ID, PojokProperti.com dan sejumlah media online lainnya. Berkat pengalamannya yang panjang sebagai jurnalis, Wawan mendapat kepercayaan penuh untuk mengisi posisi EDITOR SENIOR DI NEWSNET ASIA (NNA) Jepang, selama 4 tahu

Aksi Demo Mobil Tronton Berakhir Damai antara Parung Panjang Bersatu dan Paguyuban Transforter

Proses musyawarah masyarakat Parung Panjang Bersatu dan Paguyuban Transforter dengan pejabat wilayah setempat, terkait operasional mobil tronton, berlangsung damai dan menghasilkan kesepakatan bersama.  indocomm (Jakarta), Aksi demo 20 November 2023 lalu yang dilakukan masyarakat Parung Panjang Bersatu, terkait jam operasional mobil tronton, memicu protes keras para sopir tronton, kernet, tukang tambal ban dan para pengusaha tambang Cigudeg. Sebelumnya, jam operasional mobil tronton dinilai mengganggu kenyamanan warga sekitar. Akhirnya terjadi aksi demo warga Parung Panjang Bersatu tanggal 20 November 2023 lalu. Aksi demo ini sebagai bentuk protes keras masyarakat terhadap lalu lalang mobil tronton. Namun, Aksi demo warga Parung Panjang Bersatu memicu protes para sopir tronton, kernet, tukang tambal ban dan para pengusaha tambang Cigudeg. Mereka melakukan aksi demo tandingan. Paska demo kedua belah pihak usai, Muspika Kecamatan Parung Panjang turun tangan  menertibkan jalur lintas yan