Lihat Tayangan Videonya di:
Di awal tahun 1980-an para orang tua di Indonesia percaya bahwa pesantren adalah tempat terbaik bagi putra-putri mereka untuk belajar agama secara mendalam. Ketika itu, jumlah santri meningkat dan pembangunan pesantren menjamur di Indonesia.
Tetapi, dalam 5 tahun terakhir ini kredibilitas pesantren rusak akibat perbuatan oknum pengasuh pesantren yang mengalami krisis ahlak. Oknum-oknum Predator seks dan Algojo bergentayangan di pesantren. Buktinya, ada beberapa santri menjadi korban tindak kekerasan hingga tewas serta skandal pencabulan yang dilakukan oknum pengasuh pesantren. Ada beberapa kasus besar yang mencoreng nama baik pesantren dan ramai diberitakan media massa diantaranya yaitu:
Pertama kasus pencabulan yang dilakukan oleh Moch Subchi Atzal Tsani alias Bechi terhadap 5 orang santriwati yang dilakukan sejak tahun 2017 lalu. Bechi adalah anak Kyai Jombang Muchtar Mu’thi, pemilik sekaligus pemimpin pesantren Majma al Bahrain Shiddiqiyah, Jombang, Jawa Timur.
Selanjutnya, Herry Wirawan mencabuli 14 santriwati sejak tahun 2016 silam. Ada santriwati yang sampai hamil dan melahirkan. Herry Wirawan adalah pemimpin Pesantren Madani Boarding School, Cibiru, Bandung, Jawa Barat.
Sedangkan tindak kekerasan hingga mengakibatkan kematian terjadi pada Albar Mahdi santri pesantren modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Albar Mahdi diberitakan tewas karena dianiaya seniornya.
Kematian santri akibat tindak kekerasan juga dialami Rio Andika Putra yang dikeroyok kawan-kawannya di pesantren Darul Quran Lantaburo, Cipondoh, Tangerang.
Mengapa terjadi skandal pencabulan di pesantren? Diduga kuat oknum-oknum pengasuh pesantren membohongi santriwati dengan memakai dalil-dalil agama yang telah direkayasa. Tujuanya ialah agar nafsu syahwat mereka tersalurkan.
Selain itu, dengan statusnya sebagai pengasuh santri, mereka sangat mudah melakukan ancaman kepada santriwati untuk merahasiakan pencabulan yang dilakukan. Umumnya, pengasuh pesantren sangat dihormati, sehingga mungkin saja para santriwati patuh kepada mereka.
Kemudian, sistem pendidikan pesantren yang eksklusif dan tertutup, inilah salah satu faktor yang membuat santriwati sulit melaporkan tindakan pencabulan ke aparat hukum.
Sedangkan untuk tindak kekerasan yang mengakibatkan kematian, kemungkinan besar penyebabnya ialah para santri tidak mendapatkan bimbingan akhlak secara baik dan benar serta tidak diajarkan tentang ajaran mulia agama dalam konteks kemanusiaan atau humanistik.
Agar tindak kekerasan dan pencabulan ini tidak terulang kembali, maka Kementerian Agama bersama Kementerian Pendidikan wajib segera bertindak cepat dan tegas, dengan cara mengevaluasi seluruh sistem pendidikan pesantren, mengontrol, mengawasi sekaligus meneliti karakter oknum-oknum yang menjadi pengasuh dan pengajar pondok pesantren.
Kasus tindak kekerasan dan pencabulan ini, menjadi pukulan keras bagi pesantren dan para orang tua untuk introspeksi diri. Bagi para orang tua yang anaknya sudah terlanjur belajar di pesantren, mereka wajib melakukan pengawasan ketat secara rutin kepada putra/putrInya.(wawan kuswandi)
Comments
Post a Comment