Skip to main content

Siasat Politik Jokowi Tambah Jabatan Presiden Tiga Periode

 



Siasat Politik Jokowi Tambah Jabatan
Presiden Tiga Periode


Oleh: Wawan Kuswandi
Pemerhati Komunikasi Massa

Etika dan moral politik pilpres 2024 tidak diatur dalam UU politik. Sedangkan, aturan hukum pilpres 2024 sangat jelas tertulis dalam UU politik. Presiden Jokowi tetap berpegang teguh pada UU politik. Sedangkan, rakyat tetap berpegang teguh pada etika dan moral berpolitik dalam pemilu pilpres 2024.

Angka prosentase tertinggi hasil Quick Count sementara, paslon capres-cawapres nomor urut 2 (Prabowo-Gibran) dalam pemilu 2024, bagi saya merupakan hal yang biasa-biasa saja. Justru yang menjadi fokus perhatian saya ialah keberhasilan Presiden Jokowi menambah masa jabatannya sebagai presiden
3 periode, walaupun jabatan presiden periode ke 3 ini, memakai 'simbol' Gibran Rakabuming Raka (anak sulungnya) sebagai Cawapres Prabowo Subianto.

Dalam Pasal 7 UUD RI 1945 secara tegas disebutkan: 'Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan'. Artinya, masa jabatan presiden dan wakil presiden maksimal hanya diperbolehkan dua periode.

Bila dilihat dari narasi UU diatas, maka Jokowi sudah selesai sebagai presiden RI karena sudah menjabat 2 periode. Namun, Jokowi mampu menambah jabatannya sebagai presiden menjadi 3 periode karena Jokowi berhasil  menyiasati celah atau kelemahan UU diatas. Jokowi mengarahkan dan merestui Gibran menjadi cawapres, setelah 'diatur' dalam putusan MK
 Nomor 90/PUU-XXI/2023.


Secara hukum, Gibran dan Jokowi tidak melanggar UU politik karena berdasarkan putusan MK. Namun, secara etika dan moral politik, Jokowi dinilai publik mengabaikan etika dan moral politik, karena putusan MK dituding melanggar etika dan moral politik.

Polemik sengit yang terjadi hingga saat ini ialah adanya pertentangan antara etika dan moral politik dengan UU politik. 

Etika VS Hukum

Etika dan moral politik pilpres 2024 tidak diatur dalam UU politik. Sedangkan aturan hukum pilpres 2024 sangat jelas diatur dan tertulis dalam UU politik.

Fakta yang terjadi dalam pilpres 2024, Jokowi tetap berpegang teguh pada aturan hukum pilpres yang diatur dalam UU politik. Sedangkan rakyat tetap berpegangan teguh pada etika dan moral politik yang tidak diatur dalam UU politik pilpres 2024.

Untuk mencari solusi atas dua pertentangan ini, tentu membutuhkan waktu. Namun, ada jawaban instan sementara yaitu kearifan personal seorang Jokowi dalam mengambil keputusan atas pertentangan ini. 

Jokowi adalah sosok kunci untuk menjawab kisruh pilpres 2024. Mana jawaban yang akan diambil Jokowi, apalah dia tetap akan berpegang teguh pada UU politik yang dinilai melanggar etika dan moral politik? Atau Jokowi berani bersikap arif dan bijaksana untuk menyelesaikan kisruh pilpres 2024 dengan lebih mengutamakan etika dan moral politik. Kita tunggu saja... 

Diskualifikasi Paslon

Menurut saya, UU politik tentang periode masa jabatan dan batas usia presiden/wakil presiden wajib segera dievaluasi, direvisi dan sebaiknya dilengkapi dengan memasukkan unsur etika dan moral politik, agar di masa yang akan datang, UU politik, tidak lagi mempunyai celah untuk disiasati oleh siapapun untuk kepentingan politik.

Adanya anomali dan munculnya dugaan kecurangan dalam proses pilpres 2024, menurut saya wajar saja, selama ada bukti yang kuat dan otentik mencakup 50 persen wilayah demografis pilpres 2024. Bila bukti ini tidak kuat atau lemah, maka tidak akan pernah terjadi diskualifikasi terhadap paslon capres-cawapres nomor urut 2 (Prabowo-Gibran), apabila sudah ditetapkan KPU sebagai pemenang pilpres 2024.

Diskualifikasi paslon capres-cawapres nomor 2 bisa saja terjadi dengan satu kondisi darurat, yaitu ketidakpercayaan rakyat atas hasil pemilu pilpres 2024 (delegitimasi) yang mengakibatkan terganggunya keamanan nasional dalam bentuk kerusuhan sosial (chaos) secara masif yang merata di seluruh wilayah Indonesia.(***) 

Comments

Popular posts from this blog

[Satire] Anies Baswedan Pilih Mundur atau Dipecat

Kalau terbukti ada kejahatan anggaran yang disengaja dan terindikasi korupsi, maka Anies Baswedan harus memilih mundur sebagai Gubernur DKI Jakarta dan menerima sanksi hukum atau dipecat secara tidak hormat. Usai sholat Jum’at (01/11/2019) kemarin, saya langsung meluncur ke kantor Kementerian Dalam Negeri untuk bertemu dengan Mendagri Tito Karnavian. Rabu sebelumnya, saya sudah membuat janji untuk interview Tito Karnavian seputar kasus dugaan kejahatan anggaran RAPBD DKI Jakarta 2020. Berikut petikan wawancara singkatnya. Indocomm : Apa pendapat bapak terkait skandal harga lem senilai Rp82,8 miliar yang masuk dalam RAPBD 2020 sementara Pemprov DKI Jakarta? Tito Karnavian : Saya sedang mempelajarinya secara serius. Saya telah melakukan kordinasi dengan Ketua DPRD DKI, Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta KPK, tujuannya agar kita memiliki satu persepsi yang sama, sehingga bisa mengambil keputusan yang tepat dan jelas, apakah benar ada kejahatan anggar

GERBANG MEDIA NASIONAL: Liputan Aktual Top News, Top Sports, Top Kuliner, Top Travel ...!!!

@IndonesiaCommentTV TOP BINGITS DAH, SALUUUTT...!!!  https://youtu.be/2Q3DIvbUPpE?si=jWfSGaQc21taOHtj

Bursa Pasar Taruhan, Timnas U23 Indonesia Versus Timnas U23 Guinea, Ini Angka Perbandingannya...!!!

https://youtube.com/shorts/zGgyMsoZKkk?si=0wDTw5dTZQZi6ogu