Peta politik dunia internasional memasuki tahun 2018 ini, akan sangat rawan dengan konflik global. Amerika Serikat (AS) dan Israel akan menjadi poros konflik dunia. Hal ini terjadi akibat pengakuan sepihak Presiden AS, Donald Trump terhadap status Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Kebijakan Trump yang didukung Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu itu, jelas-jelas akan memicu konflik dunia secara meluas dan berkepanjangan.
Pada tanggal 6 Desember 2017 lalu, Presiden AS, Donald Trump tiba-tiba mengumumkan keputusannya untuk mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem.
Langkah Trump ini ditolak sejumlah negara. Sebanyak 128 negara menentang keputusan Trump dan mendesak agar menarik pengakuannya atas Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Di sisi lain, Trump mengancam, AS akan memutus bantuan keuangan kepada negara-negara yang mendukung resolusi PBB yang menolak kebijakan Trump soal status Jerusalem.
Kebijakan Trump soal Jerusalem, hanya mendapat dukungan sembilan negara dan 35 negara lainnya menyatakan abstain. Sedangkan, 21 negara lainya tidak memberikan suara. Di antara negara yang menyatakan abstain dalam pemungutan suara Resolusi PBB yaitu Australia, Kanada, Meksiko, Argentina, Kolombia, Republik Ceko, Hongaria, Polandia, Filipina, Rwanda, Uganda dan Sudan Selatan. Sedangkan negara-negara yang menolak resolusi PBB ialah Guatemala, Honduras, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Palau, Nauru dan Togo, Amerika Serikat dan Israel.
Konflik Kawasan Afrika
Sementara itu, konflik di kawasan benua Afrika masih terus berlangsung. Somalia hingga kini masih menjadi basis sejumlah kelompok teroris, salah satunya Al Qaeda. Hal serupa juga terjadi di negara Chad. Hasil pendapatan negara digunakan oleh kelompok politik anti pemerintah untuk mempersenjatai pasukan pemberontak. Perang saudara di Sudan masih terus berkecamuk di bawah pimpinan diktator Omar al-Bashir. Negara Sudah terpecah menjadi dua bagian yaitu Sudan dan Sudan Selatan. Kedua negara ini berperang memperebutkan batas wilayah yang memiliki kandungan minyak bumi di daerah Abyei.
Republik Demokratis Kongo juga masih terlibat perang saudara dengan milisi pemberontak di wilayah timur. Kondisi keamanan Kongo sejak Perang Dunia II berakhir semakin memprihatinkan. Konflik bersenjata selama 12 tahun di negara ini, telah banyak membunuh aktivis hak asasi manusia. Sementara itu, di Nigeria, pertempuran antara kelompok Boko Haram dengan pasukan Pemerintah Nigeria sudah menewaskan 11.529 orang.
Konflik Kawasan Eropa
Perang saudara di Georgia pecah karena dua negara yaitu Abkhazia dan Ossetia Selatan yang ingin melepaskan diri dari Georgia sejak tahun 1920. Setelah perang tahun 1920, Abkhazia dan Ossetia Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya tahun 1922 dan 1923. Masalah kedaulatan kedua negara baru ini semakin tak menentu ketika Uni Soviet jatuh dan Georgia pun mendeklarasikan independensinya yang akhirnya berujung perang di tahun 1992 dan 2008.
Sementara itu, negara Kosovo terlibat konflik dengan Republik Serbia. Kosovo mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia pada 17 Februari 2008 dengan memilih Pristina sebagai ibukota. Kosovo diakui secara resmi sebagai negara oleh 80 negara anggota PBB plus Taiwan. Meski telah menjadi anggota IMF dan Bank Dunia, status Kosovo sampai saat ini masih belum diakui sebagai negara berdaulat secara penuh.
Konflik Kawasan Asia
Tibet masih terlibat konflik dengan China karena China menilai Tibet sebagai bagian tak terpisahkan sejak Dinasti Yuan. Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan Perancis mengakui Tibet sebagai bagian dari China. Akar konflik terjadi saat Invasi China ke Tibet tahun 1950, ketika pemerintahan baru komunis memulai "Pembebasan Seluruh Wilayah China" sehingga menimbulkan perang. Hal yang sama juga terjadi antara China dengan Taiwan. Namun, Taiwan memperoleh dukungan internasional atas keputusannya memisahkan diri dari Republik Rakyat China (RRC). Perang diplomasi juga masih terjadi antara Korea Utara dengan Korea Selatan yang didukung AS dan sekutunya.
Konflik Kawasan Timur Tengah
1. Palestina
Konflik antara Palestina dan Israel telah berlangsung lama. Konflik kedua negara di era moderen di mulai pasca Peran Dunia ke II dan genosida yang dilakukan Nazi terhadap bangsa Yahudi. Ketika kamp-kamp konsentrasi Yahudi dibebaskan, ribuan orang Yahudi yang memerlukan tempat tinggal berbondong-bondong secara massal ke Palestina yang ketika itu populasinya didominasi bangsa Arab. Konflik pun mulai pecah dan PBB mencoba menengahi dengan mengajukan Rencana Pembagian Palestina menjadi dua negara terpisah, masing-masing satu untuk bangsa Arab dan Yahudi dengan Yerusalem sebagai kawasan netral yang berada di bawah pengawasan PBB.
Pada 14 Mei 1948 bangsa Yahudi mendeklarasikan kemerdekaan sekaligus mendirikan negara Israel. Keesokan harinya, Mesir, Syria, Lebanon, dan Iran menggempur Israel yang menandakan dimulainya Perang Arab-Israel. Setahun kemudian diberlakukan gencatan senjata dan perbatasan sementara ditetapkan. Yordania mengambil alih wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur sedangkan Mesir menguasai Jalur Gaza.
Masalah berikutnya muncul pada tahun 1956 saat Krisis Terusan Suez ketika Israel yang dibantu Spanyol dan Inggris menginvasi Semenanjung Sinai. Pada tahun 1966, hubungan Dunia Arab dengan Israel semakin memburuk yang berujung pada pecahnya Perang Enam Hari pada tahun 1967. Setelah perang usai, Israel berhasil mengambil alih Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir, Tepi Barat dan Yerusalem Timur dari Yordania serta Dataran Tinggi Golan dari Syria. Enam tahun kemudian, Perang Yom Kippur pecah dan hubungan Israel dengan negara-negara Arab semakin memburuk. Tahun 1988, Palestine Liberation Organization (PLO) mendeklarasikan berdirinya negara Palestina, namun mereka tidak memegang kontrol wilayah Palestina. Sejak saat itu, PLO terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina berdasarkan perbatasan yang pernah ditetapkan di tahun 1967. Saat ini, Liga Arab, dan sebagian besar negara-negara di Amerika Selatan, Afrika dan Asia mengakui negara Palestina. Sedangkan negara-negara Eropa dan Amerika Utara bersikap sebaliknya. Perang antara pasukan Israel dengan Palestina sejak tahun 2014, tercatat telah menewaskan sekitar 2.365 orang.
1. Irak
Perang Irak terjadi sejak tahun 2003 sampai 2011. Perang dimulai dari invasi tentara koalisi beberapa negara yang dipimpin Amerika Serikat untuk menjatuhkan rezim Saddam Husein. Invasi ini mengacaukan kehidupan rakyat sipil di Irak. Tercatat dalam perang itu, sekitar 500 ribu orang tewas.
2. Afghanistan
Afghanistan juga menjadi salah satu sasaran invasi Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Presiden George W Bush. Perang ini berlangsung selama 13 tahun, dari tahun 2001 hingga 2014. Invasi Amerika Serikat ini bertujuan untuk menangkap orang-orang yang dianggap bertanggung jawab atas aksi terorisme 9/11, termasuk pemimpin Al-Qaeda, Osama Bin Laden. Kurang lebih sekitar 40 ribu orang tewas.
3. Yaman
Perang Yaman berawal dari fenomena Arab Spring yaitu sejumlah negara-negara arab melakukan revolusi dan menggulingkan rezim yang berkuasa. Krisis di Yaman bermula dari gerakan revolusi tahun 2011 hingga 2012 untuk menjatuhkan presiden Ali Abdullah Saleh yang telah memerintah di Yaman selama dua dekade. Namun selepas turunnya Ali Abdullah Saleh dari tampuk kekuasaan, kekacauan dan pemberontakan terjadi di Yaman. Fraksi-fraksi politik dan kelompok milisi terus berusaha saling berebut kekuasaan. Pertempuran sipil di Yaman antara milisi Houti dukungan Iran melawan pasukan koalisi Arab Saudi sejak tahun 2014 lalu juga telah mengakibatkan sekitar 9000 orang tewas.
4. Suriah
Perang Suriah juga terjadi akibat fenomena Arab Spring. Masyarakat Suriah menuntut turunnya rezim Bashar Al-Assad. Namun, gerakan protes dan demonstrasi rakyat sipil ini justru mendapatkan aksi represif dari Al-Assad. Perang sipil tak dapat dihindari antara pemerintahan Assad dan berbagai kelompok pemberontak, termasuk ISIS. Amerika Serikat dan Rusia ikut terlibat dalam perang sipil di Suriah. Perang sipil di Suriah telah menewaskan sekitar 400 ribu orang.
6. Turki
Turki mengalami konflik berkepanjangan dengan kelompok pemberontak Kurdi yang menyatakan diri sebagai Kurdistan Workers Party (PKK) dan menuntut kemerdekaan wilayah Kurdishtan dari Turki. Tuntutan ini berujung pada peperangan. Konflik yang berlangsung sejak tahun 1978 itu telah membunuh sebanyak kurang lebih 30 ribu jiwa.
7. Libya
Perang di Libya sejak tahun 2014 lalu, telah menewaskan sekitar 2.825 orang. Kelompok militan Libya yang bersekutu dengan ISIS berperang melawan pasukan pemerintah. [ Wawan Kuswandi ]
Comments
Post a Comment