Sejarah Shalat 5 Waktu
Shalat fardu 5 (lima) waktu adalah kewajiban bagi setiap umat muslim. Perintah
shalat lima waktu disebut dalam QS. Al-Baqarah ayat 238, "Peliharalah
semua shalat (fardu) dan salat Wusṭā. Berdirilah karena Allah SWT (dalam shalat)
dengan khusyuk."
Shalat lima waktu diwajibkan bagi umat muslim, saat Nabi Muhammad SAW tinggal
di Makkah, sebelum hijrah ke Madinah. Tepatnya saat malam Isra’ Mi’raj, seperti
diterangkan Ibnu Katsir rahimahullah, “Pada malam Isra’ Mi’raj, tepatnya satu
setengah tahun sebelum hijrah, Allah SWT mewajibkan shalat lima waktu kepada Rasulullah
Muhammad SAW. Kemudian secara bertahap, Allah SWT terangkan syarat-syaratnya,
rukun-rukunnya, serta hal-hal yang berkaitan dengan shalat”. (Tafsir Ibnu
Katsir 7/164).
Kedudukan shalat fardu lima waktu sangat istimewa di sisi Allah SWT. Dalam
mensyariatkan perintah shalat fardu 5 waktu ini, Allah SWT berbicara langsung
kepada Rasul Muhammad SAW tanpa perantaraan malaikat Jibril.
Waktu awal-awal shalat diwajibkan, seluruh shalat hanya berjumlah dua raka’at.
Kecuali shalat maghrib jumlahnya tiga raka’at. Baru setelah Rasul hijrah ke
kota Madinah, ada penambahan raka’at menjadi empat raka’at (yakni Dhuhur,
Ashar, Isya yang tadinya 2 raka’at menjadi 4 raka’at). Kecuali maghrib (tetap 3
raka’at) dan subuh (tetap dua raka’at).
Sebagaimana diterangkan Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha, yang termaktub
dalam Shahih Bukhori, beliau menceritakan, “Pada awalnya, shalat itu diwajibkan
dua rakaat. Kemudian setelah beliau Shallallahu alaihi wasallam hijrah, shalat
diwajibkan menjadi empat rakaat.
Sebelum peristiwa Isra Mi’raj, apakah sudah ada kewajiban shalat atas
umat muslim? Sebagian Ulama menerangkan, tak ada kewajiban shalat 5 waktu, kecuali shalat malam, sehingga yang diwajibkan
cukup qiyamul lail yaitu menghidupkan sebagian malam dengan ibadah yang tak
terbatas pada shalat saja, seperti membaca Al Quran dan ibadah lainnya.
Disinilah letak perbedaan qiyamul lail dengan shalat lail. Qiyamul lail
mencakup semua jenis ibadah. Sedangkan shalat lail hanya ibadah shalat saja,
atau yang biasa kita kenal dengan shalat tahajud. Jadi Qiyamul lail lebih umum
daripada shalat lail. Lalu kewajiban ini dihapus setelah ada perintah shalat
lima waktu.
Shalat Pertama para Nabi
Shalat Subuh pertama kali dikerjakan Nabi Adam AS. Saat itu, Nabi
Adam AS melihat kegelapan malam di bumi dan merasa ketakutan. Saat cahaya fajar
mulai tampak, beliau mengerjakan shalat sebanyak dua rakaat. Rakaat pertama
sebagai rasa syukur atas keselamatan beliau dari kegelapan malam dan rakaat
kedua sebagai rasa syukur atas kembalinya cahaya matahari di pagi hari.
Shalat Dzuhur pertama kali dikerjakan Nabi Ibrahim AS. Kala itu, beliau
diperintahkan Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail. Penyembelihan
tersebut kemudian diganti menjadi seekor domba oleh Allah SWT. Peristiwa
tersebut terjadi ketika tergelincirnya matahari dan beliau menjalankan shalat
empat rakaat. Rakaat pertama sebagai rasa syukur beliau atas pengganti putranya
Ismail. Rakaat kedua sebagai rasa syukur atas hilangnya kesedihan karena
putranya. Rakaat ketiga mengharapkan ridho Allah SWT. Terakhir, rakaat keempat
karena mendapatkan kenikmatan berupa domba dari surga yang notabene adalah
domba milik Habil bin Adam.
Shalat Ashar pertama kali dikerjakan Nabi Yunus AS. Kala itu,
beliau dikeluarkan oleh Allah SWT dari perut ikan paus. Pada saat itu, beliau
terjebak dalam empat macam kegelapan, yaitu: kegelapan dalam isi perut ikan
paus, kegelapan air laut, kegelapan malam, dan kegelapan alam. Nabi Yunus AS
keluar dari perut ikan paus pada waktu Ashar. Kemudian, beliau menjalankan shalat
empat rakaat sebagai rasa syukur atas keselamatan dari empat macam kegelapan
tersebut.
Shalat Maghrib pertama kali dikerjakan Nabi Isa AS. Beliau keluar
dari kaumnya pada saat terbenamnya matahari. Nabi Isa AS menjalankan shalat
sebanyak tiga rakaat sebagai ungkapan meniadakan ketuhanan selain Allah SWT,
meniadakan tuduhan zina dari kaumnya terhadap ibunya dan menetapkan bahwa
ketuhanan hanyalah milik Allah SWT.
Shalat Isya pertama kali dikerjakan Nabi Musa AS. Kala itu,
beliau tersesat dalam perjalanan dari Madyan. Pada saat itu beliau ditimpa
empat macam kesedihan yaitu: kesedihan atas istrinya, kesedihan atas saudaranya
Nabi Harun AS, kesedihan atas putra-putranya, kesedihan atas kekuasaan rezim
Fir'aun. Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa AS sesuai janjiNya yang bertepatan dengan
waktu Isya. Sehingga beliau melaksanakan shalat sebanyak empat rakaat sebagai
rasa syukur atas hilangnya empat macam kesedihan tersebut. Wassalam...(dari
berbagai sumber)
Comments
Post a Comment